Home

Selasa, 09 April 2013

[FanFict] UNDER THE SKY 3 (Final Part)


Sabtu, 16 Maret 2013, pukul 05.00
Di dalam sebuah ruangan gelap, hanya ada lampu 5 watt yang memberikan sedikit penerangan menjadikan ruangan itu nampak remang-remang. Ruangan itu nampak hening, hanya suara air mancur yang mengalir yang mengisi heningnya pagi itu. Ruangan yang nampaknya rutin digunakan, dapat dilihat dari berbagai perlengkapan yang ada di dalamnya yang tertata rapi.
Di sudut yang paling dekat dengan pintu, nampak tiga buah desktop komputer yang berjejer. Dua diantaranya sedang menyala, menampilkan belasan window dan tab yang berisi kode-kode huruf, angka dan gambar yang sulit dimengerti.
Di sudut jauh dari pintu, nampak sebuah meja, dengan berbagai perlengkapan aneh. Ada yang mirip mesih jahit, ada yang mirip printer, ada pula yang mirip mesin fotokopi. Nampak bekas alat las, bor mesin, dan solder yang baru saja dimatikan, baru saja digunakan oleh pemiliknya.
Di sisi lain, di sebuah dinding, terdapat sebuah lemari besar. Tersusun di lemari itu adalah berbagai senjata, mulai dari senjata jarak jauh, hingga jarak dekat. Berjajar di rak paling atas adalah deretan senapan jarak jauh, mulai dari AWPMark 14 Mod, hingga British 388. Deretan di bawahnya adalah handgun yang berjejer mulai dariBerettaGlockDessert Eagle hingga Magnum Revolver. Di rangkaian terbawah adalah senjata jarak dekat berupa Dual DaggerSamuraiKnuckle, hingga berbagai senjata modifikasi.
Di dalam ruangan itu, nampak 4 orang sedang sibuk dengan benda di hadapannya masing-masing. Seolah mahasiswa yang sibuk mengerjakan skripsinya menghadapi deadline esok hari, mereka begitu fokus mengerjakan sesuatu di hadapan masing-masing.
“Done!”, ucap Mizhak memecah keheningan.
“Oke, hold dulu Zhak, planning gw masih belum selesai…”, respon N.
“Gw juga sebentar lagi kelar nih…”, sahut Ray.
“Ahhh… Coba ada Niqolas disini… Kan mayan nih AWP bisa diutak-atik…”, ucap Christ agak mengeluh.
“Udahlah, fokus aja kelarin, nggak usah berharap sama yang nggak ada disini…”, perintah N.
N, Christ, Ray dan Mizhak. Keempat pemuda anggota Asian Secret Agent Service ini tengah mempersiapkan misi mereka di hari itu. Walaupun, sebenarnya lebih tepat disebut sebagai counter mission daripada sebuah misi. Sebuah counter missionpenggagalan misi pengeboman sebuah mall di Jakarta.
Hampir dua jam lamanya mereka berkutat dengan kepentingan masing-masing. Mizhak yang sedari tadi berhadapan dengan layar komputer di depannya. Ray yang melakukan beberapa analisis dengan komputer dan beberapa perangkat elektronik. Christ yang sibuk membongkar-pasang beberapa senjata yang berserakan di meja di depan lemari senjata. Hingga N yang tak henti-hentinya mengerutkan dahi seolah memikirkan suatu hal yang begitu rumit.
“Oke, tolong dengarkan baik-baik, ini rencana kita…”, ucap N memulai presentasi.
Mereka berempat telah usai berkutat dengan kebutuhan masing-masing. Kemudian ditutup dengan presentasi terakhir sekaligus persiapan terakhir sebelum pelaksanaan misi.
“Gw dan Christ akan tiba di lokasi pukul 01.00, satu jam sebelum misi dimulai…”, ucap N.
“Kita berdua akan ambil paksa identitas satpam di lokasi, kemudian bersiap menghadapi kendaraan pembawa bom… Zhak? Sudah pastikan kendaraan?”, lanjut N.
“Kendaraan berupa sebuah mini truck. Berisikan empat orang kurir.”, jelas Mizhak.
“Sudah pastikan bentuk bom nya?”, lanjut N.
“Sori banget, tapi gw nggak bisa lacak sejauh itu. Sampai detik ini, gw masih belum bisa memperkecil kemungkinan bentuk bom yang mereka bawa…”, ucap Mizhak.
“Kita bisa akalin kok… Ini, coba lo pake N…”, ucap Ray sambil memberikan sebuah kacamata kepada N.
N segera menerimanya dan menggunakan kacamata itu. Nampak sebuah gambar infra merah. Hanya terdapat sedikit warna dari pantulan gambar kacamata tersebut. Ketika diarahkan kepada manusia, memberikan gambaran warna biru, kemudian ketika diarahkan ke senjata api, memberikan gambaran warna merah.
“Itu adalah lensa detektor… Dia bisa mendeteksi suhu panas yang muncul dari sebuah alat ledak…”, ucap Ray.
“Coba lo liat ke arah peluru-peluru di meja, dia akan memberikan warna merah, menandakan ada bahan peledak di item tersebut…”, lanjut Ray.
“Okay, dimengerti… Thanks Ray, alat yang sangat membantu…”, ucap N.
“Cuma tetep ada kekurangan… Detektor itu nggak bisa bedain mana bahan peledak berupa bom, dan mana bahan peledak di dalam senjata api… Jadi lo musti perhatikan bentuk cahaya merah yang muncul, kalau sekiranya jumlahnya besar, kemungkinan besar itu bom…”, jelas Ray.
“Okay thank you… Tetep ini sangat membantu…”, balas N.
“Gw lanjutkan lagi… Setelah mendapat bentuk bom nya nanti, Christ akan memancing semua kurir itu ke atas, ke tempat toko berada… Sementara itu, gw akan coba deactivate bom nya… Christ, lo siap kan hadapi empat orang, mungkin mereka bukan kurir biasa…”, lanjut N.
“Woles… Beretta sama Knuckle ini udah cukup buat jadi temen gw ngehabisin selusinfighter agent sekalipun…”, balas Christ sambil memamerkan kedua senjatanya.
“Oke, gw tau kok lu bisa… Tapi tetep hati-hati ya bos…”, respon N.
Kemudian N menjelaskan panjang lebar tentang rencana yang ia buat dengan berbagai kemungkinan yang bisa terjadi. Rencana yang mudah dimengerti oleh ketiga orang lainnya, karena mereka memang sudah terbiasa mendengarkan presentasi rencana dari N.
“Well… Begitu rencana kita… Mizhak kontrol dari mobil, Ray kontrol dan antisipasi semua kemungkinan dari kantor… Bisa dimengerti??”, tutup N.
“Roger that!!!”, ucap ketiganya serempak.
-oOo-
 Sabtu, 16 Maret 2013, pukul 18.00
Sebuah mobil melewati jalan Senayan, melambat di depan fX Mall Senayan. Setelah berhenti, mobil itu membuka kaca sebelah kirinya. Nampak di dalamnya, N di kursi pengemudi dan Christ di sebelahnya, sementara Ray dan Mizhak di bangku belakang. Mereka berempat sengaja berhenti di depan, untuk melihat bangunan megah tersebut.
Tak ada kata yang keluar dari mulut keempat pemuda tersebut. Hanya pandangan mata yang tetap diam menatap gedung. Tatapan yang bermakna kesedihan, namun juga harapan, yang tersimpan di dalam hati mereka.
“Lima jam lagi guys… Get ready…”, ucap N.
“Ya… Kalo boleh jujur sih, ini persiapan misi kita yang paling nggak sempurna sepanjang gw kerja bareng kalian…”, ucap Ray lirih.
“Well, mau gimana lagi…”, desah Mizhak ringan.
“Pasti bisa!!! Gw yakin kok…. Kita berempat udah cukup…”, balas Christ meyakinkan ketiga rekannya.
“Ya…. Kita pasti bisa…”, ucap N.
Jendela kiri mobil pun naik kemudian tertutup. N kembali menjalankan mobilnya. Pandangannya hampir kosong, hanya terfokus pada jalanan yang ada di depannya.
Christ yang melihat partnernya itu, seketika menyalakan rokok. Kemudian ia menawarkannya kepada N. N yang melihat kawannya menawarinya rokok, segera menerimanya sambil menatap matanya. Mereka berdua seolah saling berbicara lewat tatapan mata. Tatapan yang hanya dimengerti oleh kedua orang field agent. Tatapan yang kemudian diakhiri dengan sebuah senyuman tanpa memandang satu sama lain.
-oOo-
Minggu, 17 Maret 2013, pukul 01.00
N dan Christ yang menggunakan jaket rapat menutupi wajahnya, berjalan di trotoar depan fX Mall. Misi sudah dimulai, misi hidup dan mati yang menentukan nasib lebih dari empat orang agent, tapi nasib dari ratusan orang yang terkait dengan lokasi.
“Ready??”, bisik N.
“Oke…”, jawab Christ.
Mereka berdua menyelinap pagar yang hanya terbuka seukuran tubuh saja. Kemudian berjalan ke arah lobby gedung. Melihat dua orang memasuki area gedung, satpam setempat pun mendekati dan menegur mereka berdua.
“Mas, mau kemana??”, tegur satpam.
Tidak ada jawaban yang muncul dari keduanya. Hanya jalan mereka yang semakin cepat semakin mendekat. Christ kemudian mempercepat langkahnya, semi berlari mendekat ke arah satpam. Melihat orang mendekat, satpam pun bereaksi dengan bersiap mengeluarkan tongkatnya. Namun, sebelum ia berhasil mencapai tongkatnya, seketika itulah tangan Christ memukul pundaknya.
Christ berhasil melumpuhkan satpam. Bukan membunuhnya, hanya membuatnya menjadi pingsan saja. Kemudian menyeretnya ke lantai basement, melepas pakaian dan ID card satpam, dan mengenakannya pada N.
Setelah berkamuflase menjadi satpam, N segera bergerak ke arah lobby. Sementara Christ masuk ke pintu belakang gedung. Sesampainya di depan, N segera mengontak Ray dan Mizhak dengan menggunakan wireless yang ia gunakan di telinga kanannya.
“Akses masuk… Segera informasikan setiap ada pergerakan…”, ucap N.
“Dimengerti…”, jawab Ray dan Mizhak melalui wireless.
Ray yang standby di markas, bertugas untuk mengamati setiap pergerakan kendaraan di sekitar lokasi. Ia melacaknya dengan menggunakan satellite hacking, mengakses setiap kamera satelit yang ada. Sementara itu, Mizhak yang standby di mobil van yang dilokasikan berjarak 1km dari lokasi, bertugas menjaga jika ada gangguan radio masuk atau mencegah leaking di lokasi. Dan yang paling penting adalah menjaga apabila terjadi perubahan rencana mendadak dan memerlukan untuk menjemput N dan Christ.
N yang sudah standby di depan, melihat ke arah jam tangannya. Sepuluh menit lagi tepat pukul 02.00, waktu yang ditetapkan datangnya mobil kurir misi. Christ muncul dari samping gedung, sudah menggunakan seragam satpam. Sesuai rencana, Christ berhasil melumpuhkan semua satpam, dan merusak semua kamera cctv di lantai dasar. Berdua, N dan Christ berdiri di lobi, berperan seolah sebagai satpam gedung yang berjaga.
“N… Mobil masuk…”, ucap Ray melalui wireless.
N melihat jam tangannya, tepat pukul 01.59, sudah waktunya. Sebuah mobil mini truck sampai di depan gedung. N dan Christ menjemputnya keluar, membukakan gerbang, dan mengarahkan mobil parkir di depan lobby.
Sesuai informasi dari Mizhak, empat orang kurir keluar dari dalam mobil, keempatnya berpakaian serba putih. Setelah menunjukkan dokumen-dokumen kurir barang, N dan Christ mulai menggeledah keempat kurir tersebut, dan tidak menemukan senjata apapun.
“Mas, saya mau cek barang di dalam mobil dulu…”, ucap N.
“Silakan mas…”, jawab salah seorang kurir.
N yang sudah mengenakan kacamata detektor, mulai membuka pintu mobil dan menggeledah seluruh barang yang ada. Sebuah kejanggalan terjadi. N tidak menemukan satu tanda merah pun di lensa. Bahkan setelah ia membuka barang paling bawah sekalipun. Yang N temukan hanya sayuran dan beberapa bahan makanan saja, terbungkus dengan rapi.
“Ray, lo yakin semua bahan peledak bisa terdeteksi??”, ucap N lirih lewat wireless.
“Yakin kok… Semua bahan peledak bisa terdeteksi… Hanya nuklir yang mungkin nggak bisa… Tapi mereka nggak mungkin pake nuklir kecuali mau ngehancurin semua Jakarta Selatan…”, jawab Ray.
“Gw nggak mendeteksi apapun Ray… Coba lo cek, mungkin kendaraan yang lain…”, balas N.
“Negatif… Nggak ada kendaraan sekitar lokasi yang mengarah ke lokasi…”, ucap Ray.
“Mizhak, masuk… Ada kemungkinan nggak pancaran radiasi yang bisa digunakan bom jarak jauh?”, tanya N pada Mizhak.
“Negatif bro… Nggak terdeteksi sinyal apapun yang mencurigakan…”, jawab Mizhak.
“Ray, coba lo…”, belum sempat N bicara kembali pada Ray, seseorang menepuk pundaknya.
“Mas, bisa cepetan nggak? Kami harus mengantar ke tempat lain juga nih…”, ucap salah seorang kurir.
N kemudian melihat jam di tangannya. Benar saja, sudah sekitar dua puluh menit N menggeledah mobil dan hasilnya nihil. Ia pun buntu, tak tahu harus mengulur waktu bagaimana lagi.
“Oh, ya… Maaf mas… Silakan diangkat ke atas… Teman saya nanti yang antar…”, jawab N.
N pun memberi kode kepada Christ, dijawab dengan sebuah anggukan tanda mengerti. Keempat kurir pun segera membongkar barang dan mengangkutnya ke dalam menuju ke atas. Christ mengantar keempat kurir itu ke dalam gedung.
Setelah keempat kurir itu masuk, N kembali menggeledah mobil. Ia membuka jok mobil, hingga setiap celah yang ada. Namun, tetap saja, hasilnya nihil. N mulai kebingungan, ragu kalau-kalau bom sudah terbawa barang yang diangkat kurir ke atas bersama Christ.
“Christ, gw nggak nemu apapun, waspada setiap pergerakan mereka…”, ucap N.
“Oke…”, balas Christ melalui wireless.
“N… Masuk N…”, ucap Mizhak.
“Ya… N masuk… Napa Zhak??”, balas N.
“Ada sedikit gangguan sinyal… Gw juga bingung darimana datangnya… bzzzttt…”, ucap Mizhak agak patah-patah.
“Ray, tolong bantu lacak…”, ucap N.
Tak ada jawaban dari Ray. Begitu pula Mizhak, tak ada jawaban yang masuk.
“Ray… Masuk Ray… Zhak… Masuk Zhak…”, ucap N mulai merasa ada sesuatu yang janggal.
“Cek ban serep di bagian bawah belakang mobil N… Mungkin disitu bom nya…”, akhirnya terdengar juga jawaban dari wireless meskipun masih agak putus-putus.
“Oke…”, jawab N.
N segera bergerak ke belakang mobil. Ia membungkuk untuk mengarahkan lensa ke bagian yang dimaksud. Dan benar saja!!
Lensa menunjukkan warna merah, menandakan ada bahan peledak di bagian tersebut. Bagian merah yang menunjukkan posisi ban serep mobil di bagian belakang bawah mobil. N pun segera mengambil tindakan untuk mengambil ban tersebut. Ia bermaksud mengambil ban dan mencoba men-deactivate bom tersebut.
BUGH!!!
N terjatuh tersungkur. Seseorang telah memukul bahunya. N agak kehilangan kesadarannya, pandangannya mulai blur. Dilihatnya empat orang berpakaian serba hitam yang barusan memukulnya. Tangan kanannya meraih Magnum Revolver yang ia simpan di sebelah kanan ikat pinggangnya.
“Christ… S.O.S…”, bisik N.
-oOo-
Minggu, 17 Maret 2013, pukul 02.45
Christ mengantar keempat kurir ke lantai f5. Sepanjang perjalanan, dari setiap menaiki tangga, tidak ada pergerakan mencurigakan dari keempat kurir tersebut. Hanya kegiatan biasa yang wajar dilakukan oleh kurir barang saja.
Mereka pun sampai di lantai f5. Setelah selesai menaikkan barang melewati tangga, keempat kurir tersebut melanjutkan membawa barang ke toko, yang hanya berjarak 3 blok dari tangga. Christ mengikuti mereka dari belakang.
Seketika Christ berhenti, ia mendengar suara dari wireless, suara N.
“Christ… S.O.S…”, ucap N lirih.
Christ berhenti berjalan. Ia mencoba mencerna keadaan, sambil mengambil Knuckle yang ia simpan di ikat pinggang sebelah kirinya.
“N… Kenapa lo??”, balas Christ mencoba menjawab N.
Tiba-tiba sesuatu melayang ke arah Christ. Sebuah sabitan pisau mengarah ke wajahnya. Christ yang sempat lengah, secara refleks menghindar. Tidak beruntung, ia mendapatkan luka gores kecil di pipinya.
Setelah memperbaiki posisi berdirinya, Christ melihat kearah keempat kurir tersebut. Keempat orang itu telah mengeluarkan pisau masing-masing, berlari mencoba menyerang Christ. Setelah melihat cara berlari keempatnya, Christ tahu, keempat kurir itu adalah agent terlatih short range battle dengan bekal ilmu beladiri sambo.
Christ segera merespon dengan melakukan beberapa gerakan menghindar. Sambil menghindar, ia berhasil menusuk satu orang kurir di bagian perutnya dan melumpuhkannya. Satu orang jatuh, masih tersisa tiga orang lagi, begitulah pikir Christ.
Tiba-tiba datang sebuah ayunan pukulan dari samping. Christ refleks menangkisnya, mematahkan sendi sikunya, dan memberi sebuah tusukan di dada. Kurir kedua lumpuh. Christ bangkit, ia berlari menjauh dari dua kurir yang tersisa, diikuti oleh kedua kurir tersebut.
Christ berlari ke arah sebuah pilar di samping tangga. Kedua kurir yang mengejar mengangkat pisaunya, bersiap menikam Christ dari belakang melihatnya berlari ke arah pilar. Namun, dengan cerdiknya, Christ berlari ke arah pilar, menggunakannya sebagai pijakan untuk melompat. Christ melakukan lompatan overhead, sambil melempar knuckle nya ke arah seorang kurir. Knuckle tersebut tepat mengenai mata si kurir, dan segera setelah mendarat, Christ meraih leher dan melumpuhkan kurir itu dengan sebuah gerakan mengunci.
Sementara Christ masih mengunci kurir tersebut, kurir yang lain sudah siap menikam Christ dari belakang. Tak hilang akal, Christ melakukan tackle kick tepat mengenai mata kaki kurir tersebut. Ia pun terjatuh tersungkur. Christ bangkit, beranjak ke arah kurir terakhir yang sudah tidak sanggup berdiri lagi. Si kurir melemparkan pisaunya ke arah Christ, tapi dengan mudah Christ menghindarinya. Setelah tiba di depannya, Christ memberikan sebuah tendangan keras di dada, menjadikan kurir terakhir tersebut lumpuh tak bergerak.
Christ berhasil mengalahkan keempat kurir tersebut. Kemudian setelah berdiri tegak, ia segera berlari ke lantai bawah.
“N… Ada apa di bawah…”, ucapnya dalam hati.
-oOo-
Minggu, 17 Maret 2013, pukul 02.50
“Christ… S.O.S…”, bisik N lirih.
Nampak di depan N empat orang berpakaian serba hitam. N yang sudah menggenggam handgun magnum revolver di tangan kanannya, secara cepat mengarahkan tembakannya ke orang terdepan.
DOR!!!
Tembakan N tepat mengenai kepala orang itu. Namun, orang kedua dari depan segera bereaksi dan mengarahkan tembakan ke arah N.
DOR!!!
Tembakan tepat mengenai perut kiri N. Ia merasakan kesakitan yang luar biasa. Begitu sakitnya, N hingga tak sanggup lagi menarik pelatuknya kembali.
DOR!!!
Tembakan kedua dilepaskan. Kali ini targetnya adalah pergelangan tangan kanan N. Tangan N yang terkena tembak sontak melepaskan handgunnya. Tangan kanannya lumpuh, darah bercucuran dari perut dan tangannya.
N bukan sudah menyerah. Ia yakin, Christ akan tepat waktu sampai dan membantunya. Ia yakin, Christ mengerti benar arti kode yang barusan ia kirimkan kepada Christ. Pria berbaju hitam mengarahkan pistol ke wajah N. N yang sudah tak bisa bergerak, hanya bisa menutup mata.
DOR!!! DOR!!! DOR!!!
Tiga kali suara senapan terdengar. N membuka matanya. Dihadapannya, ia melihat ketiga pria dihadapannya jatuh. Masing-masing dengan kepala tertembus peluru, mereka tergeletak, mati, dengan darah dari kepalanya yang terus mengucur.
N mencoba menggerakkan tubuhnya. Dari dalam gedung, Christ berlari ke arahnya. Christ segera membantu N bergerak.
“Woy… Ngeri amat lo bro…”, ucap Christ melihat pendarahan yang ada di perut dan tangan N.
“Nggak papa… Bomnya Christ… Disitu…”, balas N sambil memberikan kode arah dengan gerakan wajahnya kepada Christ.
“Dah, lo diem dulu…”, perintah Christ.
Christ menyandarkan tubuh N ke dinding. Kemudian ia menyobek pakaian N di bagian perut dan menyobek lengan kemeja N bagian kanan. Ia melihat luka yang N dapatkan.
“Wah, kaco lu… Peluru di perut… Di lengan cuma serpihan pecahan…”, ucap Christ.
“Bomnya Christ…”, ucap N lirih.
“Diem aja kalo lo ga mau mati keabisan darah… Cuma sebentar kok, kita masih sempet jauhin bom…”, jawab Christ.
Christ kemudian mengambil sebuah korek dan whisky dari kantongnya. Ia melumurkan whisky ke luka perut dan tangan N. Christ kemudian menyalakan korek dan membakar kedua luka itu. N menjerit kesakitan, lukanya yang masih sangat segar mendapatkan perih dari alkohol dan panas terbakar. Christ melakukan hal ini untuk menghentikan pendarahan pada luka N.
Setelah selesai membakar luka, Christ dan N bergerak ke arah mobil. Christ mengambil kemudi mobil dan bersiap berangkat.
“Christ… Lo nyetir… Bawa mobil sejauh-jauhnya…”, ucap N menyandar di kursi menahan sakit.
“Walopun gw nggak jago nyetir mobil… Gw masih tau kok cara nginjek gas dan rem… Yang penting sejauh-jauhnya aja kan…”, ucap Christ pede.
Christ menginjak gas mobil. Mobil melaju liar dengan kecepatan yang tak beraturan. Pagar gedung ditabraknya, rusak, mobil terus berjalan tanpa memperhatikan kondisi sekitar. Christ mengarahkan mobil ke utara, dengan kecepatan sangat tinggi, ke tempat Mizhak stanby di mobil van. Sebelum sesuatu menarik perhatian mereka berdua.
DHUARRR!!!
Sebuah ledakan terjadi di mobil van Mizhak. Christ dan N yang melihat dengan mata kepala mereka sendiri kaget. Mizhak masih di dalam van itu!
“Cabut Christ… Bawa mobil sejauh-jauhnya…”, ucap N.
“Siap… Gw tau lokasi sungai di dekat sini… Daerah Kanal Timur…”, balas Christ sambil tetap menginjak gas mobil yang masih melaju kencang.
Mereka berdua memasang tampang serius. N dengan tambahan ekspresi menahan sakit di lukanya, dan Christ berkonsentrasi mengemudikan mobil, benda yang kurang familiar dengannya. Mobil masih tetap melaju kencang. Sementara itu Ray masih tidak dapat dihubungi karena gangguan sinyal tadi. Mereka berdua pun hanya bisa pasrah berharap bisa menenggelamkan mobil di sungai sebelum bom meledak.
Tibalah mereka di sungai Kanal Timur. Christ tanpa ragu menginjak gas tanpa mengurangi kecepatan. Mobil menabrak pembatas jalan. Melaju terus kencang, terbang menuju sungai. Seperti gerakan matrix, melayang di udara tanpa penyangga, terus turun ke arah air mengalir.
BYURRR!!!
Mobil berhasil masuk ke sungai. Saat itulah kesadaran N mulai menghilang. Rasa sakitnya sudah terlalu sulit untuk ditahan karena efek tambahan dari alkohol, api dan sekarang air dingin. Christ mencoba membantu N keluar dari mobil, mencoba menyelamatkan diri.
DHUARRRR!!!!
-oOo-
Hari dan Tanggal yang tak diketahui…
Christ dengan berat mencoba membuka matanya. Seluruh tubuhnya terasa kaku dan tak mampu digerakkan. Perlahan tapi pasti, matanya mulai terbuka, meskipun tubuhnya masih tak bisa digerakkan.
Ia terbaring, di sebuah ruangan serba putih. Nampak sebuah televisi berukuran 21inch di meja di depan kasur tempatnya berbaring. Ruangan ini sangat tertutup, tak ada satupun jendela. Hanya ada satu pintu, yang juga berwarna putih. Perlengkapan di dalam ruangan ini pun seadanya. Tetap serba putih.
Nampak suatu hal yang menarik perhatiannya. Sosok dua orang laki-laki berkacamata dan satunya lagi berambut kribo, duduk menghadap ke arah tempat Christ berbaring. Setelah memperoleh penglihatannya sempurna kembali, Christ akhirnya mengenali keduanya. Itu Ray, dan… Niqolas?!?!
“Bangun juga lo…”, ucap Ray sambil bergerak ke arah meja, mengambilkan air putih untuk diminum Christ.
Christ menerima bantuan Ray. Ia meminum air putih itu beberapa teguk. Ia merasakan kesegaran yang luar biasa. Meskipun begitu, ia tak mampu meneguk air lebih banyak lagi. Kerongkongannya terlalu sakit untuk meneguk air terlalu banyak. Kini baru ia menyadari. Sekujur tubuhnya telah berbalut perban. Hanya bagian pundak dan beberapa celah kecil saja yang tak tertutupi perban.
“Apa yang terjadi Ray?? N??”, tanya Christ lirih.
Ray belum menjawab. Dengan tenang ia mengembalikan gelas minum Christ ke meja. Kemudian ia memutar dongkrak kasur Christ agar ia bisa berposisi agak duduk. Sementara itu, Niqolas menggeser kursinya, mendekat ke arah Christ. Diikuti oleh Ray yang duduk di sebelah Niqolas.
“Lemah banget lo ah berapa hari gak sadar…”, ucap Niqolas memulai pembicaraan.
“Hah? Berapa hari?”, ucap Christ tidak percaya.
“Yap… Berhari-hari… Rekor…”, jawab Niqolas.
“Gw nggak ngerti maksud lo… Terus kenapa lo ada disini?”, tanya Christ kebingungan.
“Biar gw ceritain semuanya… Lo dengerin baik-baik… Gausah paksain badan lo dulu…”, ucap Ray.
Christ pun menurut. Ia diam, menunggu Ray menjelaskan kepadanya. Ray pun mulai menjelaskan kejadian malam itu.
“Lo berhasil masukkin mobil ke sungai… Mobilnya meledak di sungai… Nggak ada korban luka selain lo Christ…”, ucap Ray.
“Sukurlah… Lo Niq? Kenapa ada disini…”, tanya Christ.
“Gw malem itu, kepikiran lo semua… Tolol banget gw, pikir gw… Gw memutuskan buat ke lokasi bantuin lo semua gagalin misi itu…”, jelas Niqolas.
“Hah? Maksud lo apa?”, tanya Christ.
“Gw naik ke gedung sebelah, standby disana… Sukurlah gw bisa sedikit bantu N waktu dia dikepung empat orang… Tiga orang berhasil gw tembak headshot mati di tempat…”, jelas Niqolas.
“Oh… Thanks Niq… Gw kurang tau apa yang terjadi sama N waktu itu, gw diatas soalnya…”, jawab Christ.
“Yap… Gw tau kok… Segera setelah gw tembak itu tepat lo keluar dari dalem, bantuin N…”, lanjut Niqolas.
“Berarti, kalo lo ada di lokasi… Berarti Shaw…”, ucap Christ.
“Yap… Dia juga standby di lokasi… Sesaat setelah sinyal wireless terganggu, Shaw pas masuk ke dalam van, dan sempet ngasi tau N lokasi dan bentuk bom nya…”, lanjut Niqolas.
“Jadi… Yang ada di dalam van waktu meledak itu… Bukan Cuma Mizhak? Shaw juga?”, tanya Christ panik.
“Meledak lo bilang?? Astaga…”, ucap Niqolas kaget sambil menutup kedua matanya.
Christ yang mendengar itu kaget. Ia pikir saat itu hanya Mizhak yang ada di dalam van. Namun ternyata Shaw pun diam-diam ada di dalamnya. Christ benar-benar merasa bersalah sebagai orang yang melihat ledakan itu tepat di hadapannya dan N.
“Terus N gimana? Dia kena luka tembak di perut dan tangan kanan…”, tanya Christ.
“Gw juga nggak tahu Christ…”, jawab Ray.
“Hah? Maksud lo apa?”, tanya Christ lagi.
“Gw, sesaat setelah kita hilang kontak, didatangi sekumpulang orang… Gw diringkus lalu dibius, dan waktu bangun udah ada di ruangan ini… Sama lo yang tergeletak nggak sadar…”, jelas Ray.
Christ hanya diam bingung mendengar penjelasan Ray.
“Sama Niqolas juga… Dia begitu ngelumpuhin tiga orang yang nyerang N, langsung coba lari ke tempat lo berdua buat bantuin… Tapi sebelum dia sampai, dia juga diserang sekumpulan orang, dibius, dan bangun udah di tempat ini sama kita…”, lanjut Ray.
“N??”, tanya Christ.
“Entahlah… Menurut gw, hanya orang yang nyelametin lo sampe tiba di ruangan ini, yang tahu… Gw pun nggak tahu siapa mereka… Sudah tiga hari ini sejak gw dan Niqolas sadar, kita nggak tahu berita apapun…”, jawab Ray.
Mereka bertiga terdiam. Dalam benak mereka muncul berbagai pertanyaan. Bagaimana kondisi N? Apakah dia berhasil selamat dari ledakan di sungai? Lalu bagaimana Mizhak dan Shaw yang Christ lihat dengan mata kepala sendiri van-nya meledak. Hanya bisu, mengisi ruangan serba putih itu. Masing-masing dari mereka diliputi perasaan bersalah dan perasaan penasaran. Bersalah tak bisa tahu kondisi ketiga partnernya yang lain, dan merasa penasaran siapa yang membawa mereka bertiga ke ruangan ini, mengapa hanya mereka bertiga.
Tiba-tiba televisi besar di ruangan itu menyala. Nampak di tampilannya seorang pria dalam penerangan minimal, hampir gelap sama sekali. Hanya nampak sedikitsilhouette tubuhnya. Pria itu duduk menghadap layar, sepertinya ingin mengucapkan beberapa hal.
“Selamat datang… Ray, Niqolas, Christ…”, ucap pria tersebut.
Ray, Niqolas dan Christ hanya diam melihat tayangan di televisi yang tiba-tiba menyala sendiri itu. Ribuan pertanyaan muncul di pikiran mereka. Namun, mereka memutuskan untuk diam dan mendengarkan apa yang akan diucapkan pria itu. Mereka berharap tayangan itu adalah jawaban dari semua pertanyaan mereka tentang kejadian malam itu.
“Kalian bertiga… Hmmm… ASAS Agent… Organisasi sampah itu…”, ucap pria itu.
“Maaf saya mengunci kalian di ruangan ini… Dan maaf juga saya baru muncul sekarang…”, lanjutnya.
“Sebenarnya saya ingin mengumpulkan kalian berenam… Bersama N, Shaw, dan Mizhak… Sayangnya, saya tidak bisa melakukan itu… Mohon maaf sebesar-besarnya…”
Christ, Ray dan Niqolas yang mendengar pernyataan itu kaget. Bertanya-tanya dalam hati apa maksudnya.
“Shaw, dia mati di dalam van yang meledak… Van itu diledakkan oleh orang yang sama yang ingin meledakkan target yang kalian coba selamatkan, dan berhasil… Hanya tersisa beberapa sisa hangus rangkanya, dan cocok dengan struktur rangka Shaw…”, lanjutnya.
Ray adalah yang paling kaget mendengar konfirmasi kematian Shaw ini. Antara percaya dan tidak, ia mencoba mencerna informasi dari tayangan pria tersebut. Tapi mau tidak mau, Ray hanya bisa mempercayainya karena hanya itu informasi yang ia tahu.
“Rangka Mizhak tidak kami temukan di puing-puing bekas ledakan van… MIA (Missing in Action), saat ini kami hanya bisa menyimpulkan seperti itu…”, ucap si pria.
Niqolas menghela nafasnya. Konfirmasi kematian Shaw, kemudian menyusul Mizhak yang MIA. Dalam benaknya ia takut mendengar informasi selanjutnya. Takut bahwa itu informasi terkait N.
“Dan, N… Kami benar-benar mohon maaf… Dia tidak selamat dari ledakan di sungai… Luka-luka di tubuhnya memaksanya tak sanggup bertahan dari efek ledakan itu… N telah mati…”, lanjut si pria.
Sekujur aliran darah seolah mengalir deras di tubuh Christ, Niqolas dan Ray. Terlebih Christ yang hingga detik terakhir berada bersama N, menyelesaikan misi malam itu.
“Tapi kalian tidak perlu khawatir… Kalian berenam sudah kami kondisikan hilang aliasMIA… Saat ini saya hanya bisa bilang, hanya kalian bertiga yang tersisa dari misi itu…”, ucap si pria.
“Nama saya Mr.0, pemimpin tim yang membantu menyelamatkan nyawa kalian bertiga…”, lanjutnya.
Niqolas mulai emosi mendengar ucapan pria itu barusan. Ia merasa dibodohi dengan diselamatkan sementara ketiga rekannya gagal terselamatkan.
“Kalian tidak perlu marah… Saya bermaksud baik disini…”, ucap si pria tiba-tiba.
“Organisasi kalian itu, ASAS… Kalian tentu sudah tau apa yang akan mereka lakukan jika tahu kalian bertiga masih hidup… Ya… Mati…”, lanjutnya.
“Saya sudah mengamati kalian berenam sejak misi itu mulai terdengar oleh tim saya… Saya tertarik dengan keberanian kalian berenam… Tentu dengan track recordkalian… Impressive…”
“Saya hanya bisa berkata pada kalian… Mohon maaf yang sebesar-besarnya, tidak bisa menyelamatkan ketiga rekan kalian itu… Kami sungguh menyesal… Kami benar-benar berharap bisa menyelamatkan kalian semua tanpa terkecuali…”
“Terima kasih banyak, sudah berani menggagalkan misi pengeboman itu, meski harus melawan organisasi kalian sendiri… Tapi untuk saat ini, kami minta kalian melupakan ketiga teman kalian yang tak terselamatkan itu…”
“Karena itulah, saya menjelaskan disini… Saya tertarik merekrut kalian bertiga, bergabung dalam tim kami… Bukan tawaran tepatnya, karena kalian tidak bisa menolak…”
Christ, Ray dan Niqolas terdiam. Mereka tidak menyangka, mereka diselamatkan oleh organisasi lain. Terlebih merekrut mereka? Permainan macam apa lagi ini! Mereka hanya terdiam, bahkan untuk berekspresi pun tak sanggup. Mereka hanya bisa bertanya-tanya di pikiran mereka. Pertanyaan yang mereka yakin tak akan terjawab dalam waktu dekat.
“Saya, Mr.0, mengucapkan kepada kalian bertiga… Selamat Datang… Selamat bergabung bersama organisasi kami… Kalian adalah agent yang luar biasa…”
Pria itu nampak bangkit dari kursi tempatnya duduk kemudian berdiri. Pencahayaan masih gelap, menyebabkan wajah Mr.0 masih tak dapat terlihat. Kemudian Mr.0 dengan lantang mengucapkan sebuah kalimat. Sebuah kalimat yang singkat, namun tepat tertanam di pikiran mereka bertiga. Sebuah kalimat yang berisi kata yang bahkan tak pernah mereka dengar sebelumnya. Sebuah kalimat yang membuat mereka semakin tenggelam dalam diam kaget dan tak percaya.
“Selamat Datang, di Organisasi kami, UNDER THE SKY!!!”
-oOo-
UNDER THE SKY
END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar