Home

Selasa, 09 April 2013

[FanFict] Sen Tegami


19 Januari 2013.
Siang yang terik. Namun, hal itu tidak terasa oleh Kezia. Kezia berada di ruangan yang berpendingin, sedang melakukan sortir data. Data para anggota Official Fanclub.
Sudah 6 bulan sejak Kezia bergabung bersama Tim Manajemen JKT48, atau yang biasa orang sebut dengan JOT. Pekerjaan yang cukup menyenangkan baginya, bagi seorang gadis yang memiliki ketertarikan dengan dunia Jepang, dan hal-hal Otaku macam Anime, Manga, Idol, dan tentunya Akihabara.
Kezia seorang gadis fresh graduate dari jurusan Ilmu Komunikasi. Bahkan dari penampilan luarnya pun, orang akan langsung mengetahui bahwa ia merupakan seorang gadis Otaku. Kacamata tebal, unfashionable, mahir berbahasa Jepang, dan selalu membawa tas gendong yang ukurannya lebih besar dari punggungnya. Entah sebuah kebetulan atau tidak, Kezia dapat bekerja di tempat ini, tempat impian para Otaku pria.
“Kezia-nee…”, suara seorang gadis memecah keheningan saat Kezia menyortir data.
“Ah, kenapa Rena?”, balas Kezia. Ternyata Rena yang memanggilnya dari kejauhan.
“Ano… Aku dapat fanletter ini lagi… Tapi orangnya beda sama yang kemarin…”, ucap Rena sambil mendekat, memberikan fanletter kepada Kezia.
“Oh, sini aku liat…”, balas Kezia.
“Orangnya yang ngasih kayak gimana tadi?”, lanjut Kezia sembari menerima sepucuk fanlet dari fans Rena.
“Hmmm… orangnya tingginya kurang lebih sama… gendutnya juga… tapi yang ini rambutnya agak banyak ubannya gitu kak… kakak tau?”
“Oh, yang itu tadi? Aku sih baru liat itu orang…”, ucap Kezia sembari membuka fanletter itu. Di dalamnya tertulis beberapa kata penyemangat layaknya sebuah fanletter dari fans kepada idolanya.
Hai Rena…
Perform hari ini bagus deh. Semangat ya. Aku akan terus support kamu… ^_^
Rena juga terlihat cantik hari ini, hehehehe…
Ganbatte ne…. ( ‘^’)9
“Yaudah ini aku simpan dulu ya… Rena sekarang istirahat aja…”
“Oke, arigato nee-san… “, balas Rena.
Rena pun pergi keluar ruangan, meninggalkan Kezia dengan setumpuk database yang harus ia selesaikan sebelum pulang. Pekerjaan yang harus ia lakukan sehari-harinya.
-oOo-
Pukul 11 malam.
Kezia sudah sampai di kamarnya. Dibuka tas punggungnya yang besar. Diambilnya sepucuk surat, fanletter yang tadi Rena berikan. Kemudian ia menuju meja belajarnya. Diambilnya sebuah kotak bekas sepatu. Diambilnya 3 pucuk surat lain.
“Huffftt… kok bisa sama persis begini ya…”, gumam Kezia.
Dalam kurun waktu seminggu terakhir, Rena sudah memberinya 4 pucuk fanletter. Satu dari pria kantoran berkemeja berkacamata yang badannya agak tambun, satu dari seorang fans yang mengaku dari Kalimantan, satu dari seorang fans yang memborong photopack sebanyak 25 pack, dan yang terakhir adalah fans berambut agak beruban tadi. Sekilas, tidak ada yang spesial dari fanletter-fanletter itu. Hanya satu hal yang membuat Kezia mengumpulkannya.
“Oke, hanya beda cover… isinya semua sama persis…”, ucap Kezia sambil merapikan keempat fanletter tersebut dan mengembalikannya ke tempat semula. Kezia pun beranjak dari meja belajar untuk mandi lalu tidur.
-oOo-
21 Januari 2013.
Kezia memutuskan untuk mulai mencari si fans beruban yang dimaksud Rena. Ia memperhatikan setiap foto anggota fanclub yang databasenya ia pegang. Satu persatu ia perhatikan setiap detil dari fans tersebut. Ia menemukan beberapa orang yang memiliki kriteria tersebut. Kezia pun memasukan nama mereka ke dalam list di buku catatannya.
“Oke, mulai besok gw cari deh orangnya…”, gumamnya.
Kezia kembali sibuk dengan database yang harus ia sortir kembali seperti biasanya.
-oOo-
22 Januari 2013.
Kebetulan ada show malam di hari itu. Kezia sudah datang di fX pukul 13.00 WIB. Ia memutuskan untuk datang lebih cepat untuk mencari tahu fans yang dimaksud oleh Rena. Ia sudah memegang daftar anggota official fanclub yang kemarin ia catat. Ada 3 orang yang memenuhi kriteria yang sama.
“Oke, gw akan mulai dari dia…”, gumam Kezia sambil memberikan tanda pada list nama di buku catatannya.
Kezia mendekati seorang pria, dengan kriteria sama, yaitu rambut beruban. Ia menepuk pundak pria itu dari belakang.
“Permisi…”, ucap Kezia sambil menepuk pundaknya. Pria itu pun menoleh.
“Sori, Alam ya? Member OFC kan?”, Kezia memulai pembicaraan.
“Iya, kenapa ya?”, balas Alam.
Kezia pun mulai memperkenalkan diri dan menjelaskan tentang fanletter itu. Ia pun menanyakan kepada Alam apakah dia yang memberikan fanletter itu.
“Wah, bukan gw mbak, Minggu kemarin gw nggak nonton.”, jawab Alam.
Kezia pun menghembuskan nafas. Ia mencoret nama Alam dari list nya.
“Saya bisa bantu cariin itu dua orang yang lain… Saya kenal kok sama mereka”, Alam menawarkan bantuan kepada Kezia.
“Wah, makasih banyak ya.”, balas Kezia.
-oOo-
25 Januari 2013.
Kezia sedang duduk di sebuah kafe kecil. Ia hanya sendirian, duduk sambil mengetuk-ngetukkan bolpoin ke buku catatannya.
Nampak empat nama di halaman buku catatan itu. Diro, Kira, Abo, dan Alam, empat nama yang tertulis di halaman itu. Keempatnya memiliki sebuah tanda yang sama. Tanda silang (X) yang berada di depan masing-masing nama.
Sambil menghela nafas panjang, Kezia memperbaiki posisi duduknya. Terlihat sekali beban pikiran sedang berputar-putar di kepalanya. Rasa penasaran dan rasa kekecewaan seperti bercampur aduk menjadi satu di benaknya.
“Huuuuffffttt…”, gumam Kezia pelan.
“Ah, mungkin gw aja yang terlalu khawatir. Mungkin gw aja yang terlalu memperhatikan hal kecil.”, ucap Kezia di dalam hati, sambil berupaya menenangkan dirinya sendiri. Sebelum sesuatu menarik perhatiannya.
“Sendirian aja Kez???”, sapa seorang pria sembari duduk di depan Kezia. Seorang pria berambut jabrik, berpostur tidak terlalu tinggi tapi tegap.
“Ah, Den… Iya nih… Lagi galau…”, balas Kezia. Cukup kaget ia melihat kemunculan Aden di depannya.
Aden adalah seorang wartawan sebuah media Jepang. Kezia cukup mengenal Aden dengan baik. Karena biasanya orang yang pertama kali dihubungi oleh media tempat Aden bekerja, apabila ingin meliput JKT48, adalah Kezia. Kurang lebih seperti itu semenjak 6 bulan yang lalu Kezia mulai bekerja di JOT, dan Aden mulai bekerja di medianya.
“Kayanya ada yang perlu lo ceritain ke gw nih?? Ato perasaan gw aja? Muka lo sih nunjukkin begitu…”, ucap Aden memulai percakapan.
“Iya nih Den… Gw lagi dibikin penasaran sama seseorang…”, balas Kezia.
“Seseorang? Siapa?”
“Jadi gini ceritanya….”
Kezia pun menceritakan panjang lebar tentang surat itu kepada Aden. Tentang kesamaan isi suratnya, pun pengirimnya yang selalu berbeda-beda.
“Hmm… Jadi empat orang yang udah dicoret itu anak OFC… dan empat-empatnya negatif, eh, maksud gw bukan orangnya gitu??”, tanya Aden mencoba menyimpulkan.
“Ya gitu deh…”, jawab Kezia.
“Berarti orangnya yang beruban itu bukan orang OFC dong Kez…”
“Iya mungkin,,, dan susah kalo gw mau ngelacak orang non-OFC. Range-nya terlalu luas Den…”
“Hmmm… Serahin sama gw… Gw kenal kok beberapa fans yang jaringannya luas… Mereka pasti bisa bantu…”
“Serius Den? Thanks loh sebelumnya…”, ucap Kezia.
“Well, no problem…”, tutup Aden.
-oOo-
26 Januari 2013.
“Balik lagi di #GenderuwotaOnAir… Hmm… Hari ini gw punya permintaan bantuan dari temen gw, hehehe…”, suara siaran Radio mengumandang di sebuah website radio cast.
“Temen gw, minta bantuan, dia lagi nyari orang, dengan ciri-ciri tubuh agak tinggi, nggendong tas punggung motif batik, nongol di teater hari Sabtu minggu lalu… Dan yang paling utama, dia ngasih fanletter ke Rena… Wah, Rena lucu…”.
Siaran radio amatir tersebut sudah berkumandang sejak dua jam yang lalu. Aden, yang kenal dengan penyiarnya, meminta bantuan untuk melacak si pengirim surat melalui pengumuman di radio. Cukup beralasan, mengingat radio tersebut belakangan sedang naik daun dan cukup banyak pendengarnya, meskipun hanya radio amatir.
“Den… Nih, ada beberapa mention, lo catetin Den…”, ucap si penyiar sambil menunjuk layar PC.
“Oke…”, balas Aden.
Aden pun sibuk mencatat nama-nama yang disebutkan via mention di tab window di PC si penyiar. Sementara itu, si penyiar kembali sibuk menjalankan segmen di siaran radionya kembali.
Ada dua nama yang banyak disebutkan dari beberapa mention tersebut. Nama pertama adalah seseorang dengan nama Andre, dan satu lagi bernama Iman. Keduanya banyak disebutkan oleh follower penyiar radio tersebut karena memenuhi kriteria yang disebutkan melalui siaran radio.
“Wah, thanks a lot nih… Sori jadi ngerepotin…”, ucap Aden seusai siaran radio.
“Tenang aja, kalo perlu bantuan lagi, kabarin gw aja… #GenderuwotaOnAir siap mengudara kapanpun lo minta, hehehe…”, balas si penyiar.
Aden pun pulang setelahnya.
-oOo-
27 Januari 2013.
“Sori, kenalin nama gw Aden…”, ucap Aden memperkenalkan diri.
Di sebuah restoran outdoor di lantai dasar fX, Aden, Kezia, dan dua orang yang namanya sudah Aden peroleh dari siaran radio, Andre dan Iman, berkumpul. Pertemuan ini sengaja dibuat oleh Aden untuk membantu Kezia.
“Gw Andre…”, ucap seorang pria botak.
“Gw Iman…”, sahut pria di sebelahnya.
“Kenalin, ini Kezia… Ato mungkin udah pada kenal??”, ucap Aden.
“Emmm… Mbak ini JOT kan ya?? Beberapa kali pernah liat di teater…”, sahut Andre.
“Iya… Cuman ya emang bukan bagian di lapangan, jadi emang ga terlalu sering nongol juga…”, jawab Kezia.
Seorang pelayan datang membawakan pesanan mereka. Empat porsi nasi goreng, ditambah dua gelas jus melon, satu Lemon Tea, dan secangkir kopi hangat.
“Ayuk makan dulu…”, ajak Aden.
Mereka berempat pun menikmati santapan masing-masing. Tidak ada pembicaraan serius, hanya obrolan kecil seperlunya. Obrolan yang tidak jauh dari JKT48 dan fans. Obrolan yang mungkin sama dengan obrolan 80% manusia yang berada di fX mall.
Seusai menghabiskan makanannya, Andre pun menyalakan sebatang rokok. Diikuti kemudian oleh Iman. Hanya Andre yang tidak, karena dia memang bukan perokok. Sementara itu, Kezia masih sibuk berusaha menghabiskan nasi gorengnya.
“Jadi, gini… Sama kayak yang udah gw jelasin via DM ke kalian berdua… Kita lagi nyari orang itu…”, ucap Aden memulai pembicaraan.
“Iya, gw udah baca kok Den…”, ucap Andre.
“Emangnya kenapa sih sama fanletter itu? Segitunya amat ampe dicariin…”, sahut Iman.
Semenjak mendapatkan nama Andre dan Iman melalui siaran radio, Aden memang sudah menghubungi keduanya melalui twitter. Setelah ada konfirmasi bahwa mereka berdua memang teateran di hari Sabtu waktu itu, Aden pun mengajak keduanya untuk bertemu.
Sebenarnya Andre dan Iman bukan fans yang saling mengenal satu sama lain. Andre adalah seorang karyawan di perusahaan swasta, ia beberapa kali menyempatkan menonton teater di akhir pekan. Sementara itu, Iman adalah fans dari kota Depok, yang relatif tidak dekat dengan lokasi teater, yang menyebabkan ia hanya pergi ke teater di akhir pekan saja. Mereka memiliki satu kesamaan, yaitu mengaku memberikan fanletter kepada Rena di hari itu.
“Sebentar…”, ucap Kezia sambil mengambil sesuatu dari tas nya, mengeluarkan beberapa pucuk fanletter.
“Ada nggak fanletter kalian diantara fanletter ini??”, tanya Kezia sambil menyodorkan fanletter itu kepada Andre dan Iman.
Keduanya nampak berpikir mengingat-ingat. Maklum saja, hari ketika mereka memberikan fanletter itu memang sudah seminggu yang lalu. Mungkin saja mereka lupa bentuk dari fanletter yang mereka berikan.
“Ini!!! Ini yang gw kasih ke Rena waktu itu…”, ucap Andre sambil mengambil satu fanletter berwarna ungu.
“Gw kayanya yang ini deh, tapi nggak terlalu yakin juga sih…”, ucap Iman sambil menunjuk fanletter berwarna biru.
Kezia pun menarik fanletter sisanya dan menaruhnya kembali ke dalam tasnya.
“Yakin kan itu kalian yang kasih ke Rena?”, lanjut Kezia.
“Gw yakin kok…”, jawab Andre.
“Gw sih kayanya yakin… Tapi agak lupa gitu sih ya… Tapi iya kayanya emang bener yang ini…”, sahut Iman.
Aden nampak diam saja memperhatikan sambil seperti berpikir keras.
“Emang kenapa sih sampe dicari segitunya?”, tanya Iman.
“Coba deh kalian buka fanletternya, baca isinya…”, sahut Aden.
Andre dan Iman pun membuka fanletter masing-masing. Setelah membaca isinya, keduanya hanya diam, menampakkan wajah datar. Seolah-olah mereka tidak menemukan kejanggalan apapun di fanletter itu.
“Mmmm…”, Andre ingin mengucapkan sesuatu sebelum terpotong oleh Aden.
“Coba lo tuker fanletter lo berdua…”, ucap Aden.
Andre dan Iman pun menukan fanletter mereka. Mata keduanya terbelalak. Tentu saja, siapapun akan kaget melihat isi fanletter yang begitu sama persis. Mulai dari kalimat, kata, huruf, tanda baca, emoticon, hingga susunan paragrafnya. Larut dalam keterkejutannya, Andre dan Iman hanya diam.
“Ada yang bisa jelasin ke gw, kenapa fanletter lo berdua bisa sama persis gitu???”, tanya Kezia.
“Hmmm… Sepertinya ada satu hal yang missing dari pengamatan kalian berdua…”, jawab Andre.
“Hah? Maksudnya apa Ndre?”, tanya Aden.
“Emang bener, kita yang ngasih fanletter ini ke Rena di hari itu… Tapi fanletter ini bukan kita yang buat…”, jawab Andre.
“Tunggu… Gw kurang paham maksud lo…”, balas Aden.
“Iya… Seseorang ngasih fanletter ini ke gw di hari itu… Mungkin orang yang sama yang ngasih fanletter ke Andre juga…”, terang Iman.
“Lo berdua kenal orangnya?”, tanya Kezia.
“Gw nggak kenal… Gw baru ketemu orang itu di hari itu… Tapi dia sering gw liat mondar-mandir di sekitar teater… Namanya Andi kalo nggak salah…”, jelas Iman, yang diiyakan oleh anggukan Andre.
“Oke, ini bukan kalian yang buat… Kalian bisa temuin gw ato kasih nomer yg bisa gw pake buat hubungi itu Andi??”, lanjut Kezia.
“Hmmm… Gw nggak punya kontak dia… Tapi satu hal yang harus lo tau, Andi itu cewek…”, ucap Iman.
“Cewek?!?!”, ucap Kezia kaget hampir tak percaya.
“Oke, fans cewek… Seharusnya nggak sulit untuk dicari…”, jawab Aden.
“Gw punya sih temen yang sering teateran, dan dia punya banyak kenalan… Mungkin dia tau kontak si Andi…”, ucap Andre.
“Oke, tolong yah Ndre…”, balas Aden.
-oOo-
29 Januari 2013.
Aden dan Kezia tiba di sebuah komplek perumahan di daerah Buncit Indah. Mereka berada di sebuah rumah besar dengan pagar berwarna coklat, rumah Andi.
Mereka berdua mendapatkan alamat rumah Andi dari teman Andre. Tidak langsung tepatnya. Karena dari teman Andre, mereka berdua hanya mendapatkan akun facebook Andi. Kemudian dari profil di facebook tersebut, Aden dan Kezia mendapatkan informasi mengenai alamat rumah Andi.
Kezia pun mulai mendekati pagar, mencari-cari tombol bel rumah. Setelah menemukannya, ia pun menekan tombol dan membunyikan bel rumah. Namun, tidak ada jawaban apapun dari dalam rumah.
Kezia menekan tombol lagi. Menekan dan terus menekan, meski begitu, tetap tak ada tanda kehidupan dari dalam rumah. Kezia mulai lelah, hampir 20 menit ia terus menekan bel, tak ada jawaban. Ia terus menekan karena yakin bel itu tidak rusak, karena suara nadanya terdengar lirih dari luar.
“Adek nyari siapa?”, tanya seorang bapak-bapak dari rumah sebelah.
“Eh… Anu pak, kami cari Andi…”, jawab Aden.
Nampak seorang lelaki, dengan perut agak tambun, mengenakan sarung dan kopiah, berdiri di samping mereka berdua. Sepertinya orang tersebut adalah tetangga Andi, karena ia muncul dari gerbang rumah sebelah.
“Adek berdua ini… Siapa?”, tanya bapak tersebut.
“Kami temannya Andi pak…”, jawab Aden.
“Andi kan sudah lama di rumah sakit dek…”, ucap si bapak.
-oOo-
“Nggak ada mbak pasien perempuan namanya Andi…”, jawab resepsionis.
Aden dan Kezia berada di lobi sebuah rumah sakit swasta di Jakarta. Setelah mendapatkan informasi rumah sakit dimana Andi dirawat dari tetangganya, mereka berdua segera merapat ke lokasi rumah sakit tersebut.
Menurut informasi dari bapak tetangganya, Andi sudah hampir tiga bulan dirawat di rumah sakit tersebut. Karena itulah, bapak itu agak bingung, karena Aden dan Kezia yang mengaku teman Andi justru tidak tahu menahu kalau Andi dirawat di rumah sakit selama itu. Namun, setelah tiba di rumah sakit, mereka berdua justru semakin bingung karena tidak ada nama perempuan yang dirawat bernama Andi.
“Itu sudah semua pasien mbak? Dia dirawat disini sejak dua bulan yang lalu…”, paksa Aden.
“Maaf mas, sepertinya memang nggak ada pasien perempuan yang bernama Andi… Ini sudah track record dari bulan lalu…”, jawab resepsionis.
Aden pun berbalik, menatap Kezia. Nampak sebuah wajah keputusasaan mewarnai raut muka keduanya. Setelah pencarian panjang itu, mereka justru menemukan jalan buntu, tepat di lokasi terdekat dengan target, rumah sakit tempatnya dirawat.
Tiba-tiba mata Kezia menajam. Seolah ia mendapatkan sebuah ilham. Kezia pun merapat ke arah resepsionis, menggeser posisi Aden.
“Mbak, kalo yang namanya Andi laki-laki ada kan??”, sahut Kezia.
-oOo-
Kamar 505, begitulah tulisan yang terpampang di pintu ruangan. Sebuah ruangan di blok VIP. Ruangan inilah yang diperoleh Kezia setelah berdebat panjang dengan resepsionis. Perdebatan itu muncul karena resepsionis mencurigai Kezia dan Aden kalau-kalau mereka tidak mengenali pasien yang mereka kunjungi. Untung saja resepsionis mau mengerti dan memberi tahu tempat Andi dirawat, meskipun Andi yang ini adalah laki-laki, bukan perempuan seperti yang dikatakan Andre dan Iman.
Benar saja, di depan pintu, terpampang sebuah nama.
Nama : Tn. Andi
Jenis Kelamin : Laki-laki
Penyakit : Kanker XP
Masuk tgl : 25 Oktober 2012

Harapan Kezia dan Aden tidak begitu tinggi. Terutama karena fakta, orang yang mereka kunjungi ini adalah laki-laki. Mereka hanya mencoba keberuntungan, siapa tahu memang benar ini orangnya. Meskipun mereka menyadari keberuntungan itu sangat kecil terjadi.
Kezia pun mengetuk pintu, kemudian membukanya. Seketika itulah semua harapan Kezia dan Aden musnah. Ruangan itu sangat bersih, terlampau bersih, bahkan kosong. Tak ada siapapun diatas tempat tidur di ruangan itu. Menandakan bahwa tidak ada pasien di kamar itu.
Di dalam ruangan hanya ada seorang perawat berambut sebahu yang sedang merapikan selimut, meja dan lemari di dalam ruangan. Perawat itu agak kaget melihat Kezia dan Aden yang memasuki ruangan tiba-tiba.
“Ah… Maaf sus… Kami salah kamar…”, ucap Kezia.
-oOo-
Hari itu Jumat petang, 29 Januari 2013.
Kezia dan Aden berjalan menyusuri jalan setapak yang basah karena embun. Dengan pikiran penuh pertanyaan, mereka berjalan ditemani hembusan angin malam yang mulai keluar. Tidak ada perbincangan di sepanjang jalan mereka, hanya diam yang menjadi warna pagi itu.
“Ayuk sebelah sini…”, sahut seorang perempuan membimbing jalan mereka berdua.
Seorang perempuan menunjukkan jalan kepada Aden dan Kezia. Perempuan itu tidak lain adalah perawat yang mereka temui di ruangan rumah sakit tempat Andi dirawat. Ternyata, mereka tidak mendapatkan informasi yang salah. Andi memang dirawat di rumah sakit itu.
Setelah sampai di sebuah tempat, mereka pun duduk berjongkok. Kemudian mulai memejamkan mata beberapa saat dan membukanya kembali.
“Emmm… Jadi mbak ini Andi atau bagaimana?”, tanya Kezia memulai percakapan.
“Bukan, saya Ine, perawat yang merawat mas Andi… Ini lah mas Andi…”, ucap si perawat.
Ine kemudian menunjuk ke arah sebuah makam di depan mereka bertiga. Nampak sebuah nama tertulis di batu nisan makam tersebut. Abdullahandi, nama yang hanya terdiri dari satu kata. Di bawah nama itu tertulis juga tanggal Andi dimakamkan, tepat sehari yang lalu, 28 Januari 2013.
Kezia dan Aden yang mendengar hal itu pun kaget, segera menundukkan kedua wajah mereka. Mereka tak menyangka, orang yang selama ini mereka cari, ternyata didatangi lebih dulu oleh maut daripada oleh mereka berdua. Rasa duka yang dalam menyelimuti hati mereka.
“Mas Andi mengidap penyakit kanker XP kulit… Dan mulai parah sejak tiga bulan yang lalu…”, ucap Ine.
“Karena penyakit itu, dia tidak diperbolehkan keluar ruangan sama sekali… Karena ia tidak boleh terkena sinar matahari langsung…”, lanjutnya.
“Kami turut berduka Mbak Ine…”, ucap Kezia.
“Sebenarnya, yang kami cari adalah seseorang bernama Andi, dia perempuan… Maaf kalau merepotkan mbak Ine malahan jadinya…”, sahut Aden.
Ine kemudian menatap Aden dan Kezia sambil tersenyum lembut. Aden dan Kezia bertanya-tanya maksud dari senyuman Ine tersebut.
“Saya tahu kok…”, ucap Ine tiba-tiba.
“Hah? Maksud mbak Ine?”, tanya Aden.
“Iya, saya tahu kalian berdua mencari seorang perempuan bernama Andi… Itulah kenapa kalian saya bawa ke makam ini…”, ucap Ine.
Aden dan Kezia makin mengernyitkan dahinya. Kebingungan mengisi seluruh kepalanya. Muncul sedikit di benaknya, bahwa ucapan Ine semakin tidak logis.
“Saya langsung tahu kalian berdua mencari perempuan bernama Andi, karena identitas mbak Kezia itu…”, ucapnya sambil menunjuk nametag di kemeja Kezia.
Kezia mengambil nametag itu. Sebuah nametag karyawan JOT. Nametag yang menunjukkan identitas bahwa Kezia adalah seorang staff yang bekerja di manajemen JKT48.
“Perempuan yang kalian cari itu saya…”, ucap Ine.
“Lho, tadi katanya mbak namanya Ine?!?!”, ucap Aden agak tinggi merasa dipermainkan.
“Tunggu dulu… Dengarkan dulu semuanya…”, jawab Ine tenang.
Aden dan Kezia pun memutuskan untuk diam mendengarkan semua penjelasan Ine.
“Penyakit kanker mas Andi mulai parah ketika dia masuk rumah sakit tiga bulan yang lalu… Sejak saat itu, dia dilarang untuk terkena sinar matahari secara langsung…”, ucap Ine memulai penjelasan.
“Mas Andi orang yang baik sekali… Dia menuruti semua perintah dokter tanpa melawan…”
“Sehari-harinya, ia hanya menonton TV, terutama mencari acara yang ada JKT48, idolanya… Dia sering bercerita kepada saya tentang keindahan idolanya… Cerita yang membuat saya kagum terhadap sosok idola tersebut, yang bisa membuat seorang pasien seperti mas Andi tetap semangat…”
“Keluarga Mas Andi tidak ada di Jakarta… Ia tinggal sendiri… Di rumah yang kalian berdua kunjungi itu… Dia memang tinggal sendiri sudah lama, begitulah ceritanya kepada saya…”
“Karena itulah, biasanya ia bercerita banyak kepada saya, perawat yang bertanggung jawab atas ruangannya… Dari situlah kami mulai banyak mengenal satu sama lain…”
“Kemudian sekitar dua bulan yang lalu, dokter memberikan vonis mas Andi bahwa usianya tidak akan lama lagi… Tentu ini membuat kaget ia dan keluarganya… Meskipun begitu, mas Andi tetap selalu tersenyum sehari-harinya, terlebih ketika menyaksikan JKT48 di televisi…”
“Sejak saat itu, mas Andi setiap hari menulis sebuah fanletter kepada idolanya, Rena… Meskipun begitu, karena kondisi tubuhnya yang terlalu lemah, mas Andi tidak pernah bisa menulis sebuah fanletter lebih dari satu kalimat…”
“Kalian tau cerita tentang 1000 Shura??? Cerita itu menceritakan bahwa jika seseorang mampu membuat seribu origami bangau (shura) maka permintaan orang tersebut akan dikabulkan… Mas Andi ingin menulis 1000 fanletter kepada Rena, berharap permintaannya untuk kembali sehat dan bertemu Rena dikabulkan…”
“Namun, sayangnya, ia tidak sempat menuliskan 1000 fanletter kepada Rena… Tangannya terlebih dahulu lumpuh sebelum ia menyelesaikan 1000 fanletternya…”
“Dari situlah saya membantunya… Saya membantu mengumpulkan kata demi kata yang ia berhasil tulis… Menjadi sebuah paragraf singkat, gabungan dari kata-kata putus-putus yang berhasil ia tulis, dan menjadikannya sebuah fanletter singkat… Mas Andi pun nampaknya senang ketika itu saya membantunya menulis fanletter impiannya…”
“Kemudian tepat tiga minggu yang lalu, Mas Andi mulai lumpuh total… Ia hanya bisa tersenyum, melirik, berkedip, dan tindakan kecil lainnya… Meskipun begitu, ia tetap teguh melawan penyakitnya…”
“Saya kemudian menawarkan untuk memberikan fanletter-fanletter yang saya tulis kepada Rena, tentu dengan berkomunikasi secara simbol dan bahasa tubuh dengan mas Andi… Namun, mas Andi tidak menyetujuinya… Ia tidak mau Rena mengetahui ada fansnya yang sakit dan menjadi kehilangan…”
“Tapi saya diam-diam datang ke fX… Mengaku bernama Andi… Saya menitipkan fanletter-fanletter kepada beberapa fans untuk diserahkan kepada Rena ketika hitouch… Tentu semua fanletter itu isinya sama, saya hanya menulis ulang saja…”
“Saya sudah mendengar siaran radio yang saat itu mencari pengirim fanletter misterius saat itu… Saya hanya bisa tersenyum, dan menghentikan tindakan saya… Saya juga tidak ingin mas Andi ketahuan dalam kondisi seperti itu…”
“Tapi ternyata kalian berdua berhasil menemukan kami… Yah, walaupun terlambat, karena tidak sempat bertemu mas Andi… Tapi saya harap kalian mengerti… Saya melakukan ini tanpa maksud buruk…”
“Paling tidak sekarang saya sudah menceritakan semuanya… Saya mohon maaf atas tindakan saya yang merepotkan kalian, ataupun mungkin membuat Rena gelisah… Saya hanya mencoba membantu mas Andi… Walaupun ternyata semua sia-sia saja…”, tutup Ine sambil mengusap air matanya.
Air mata tak henti menetes di pipi Kezia. Ternyata sebegitu rumit cerita dibalik misteri yang ia temui ini. Seandainya saja ia bisa datang lebih awal, mungkin ia bisa membuat Andi bertemu Rena, hal yang selama ini hanya menjadi impian bagi Andi.
Aden hanya terdiam membisu mendengar cerita itu. Ia pun menegakkan kepalanya yang selama mendengarkan cerita menunduk. Ia menatap Ine dengan tegas, seolah mengirimkan sinar laser ke arah Ine.
“Mbak Ine…”, ucap Aden.
Ine kemudian mengusap seluruh air matanya. Ia menegakkan kepalanya, menghadap ke arah Aden yang memanggilnya, yang sudah memandangnya dengan pandangan tegas.
“Mbak Ine, suratnya waktu itu udah bikin 1000 belum?”, tanya Aden.
“Belum, mungkin baru separuhnya…”, ucap Ine agak sesenggukan.
Aden memejamkan mata, menghela nafas panjang. Kemudian ia membuka matanya kembali. Berbicara dengan pelan namun tegas dan penuh keyakinan.
“Serahkan semuanya sama saya, akan saya teruskan perjuangan mbak Ine… Saya akan lengkapi sampai 1000 surat… Dan saya akan sampaikan semuanya kepada Rena, seperti cara yang mbak Ine lakukan…”, ucap Aden yakin.
Ine hanya tersenyum lebar mendengar ucapan Aden itu. Muncul rasa lega dan bahagia di lubuk hatinya. Air matanya kembali menetes membasahi kedua pipinya. Begitu pula Kezia, masih sesenggukan menahan tangisnya, menatap wajah Aden yang tampak yakin. Dalam hati ia mengucapkan sedalam-dalamnya kepada rekannya itu.
Pagi itu, pagi yang sepi, namun ramai. Sepi karena hanya ada mereka bertiga ditengah ratusan makam di daerah pemakaman itu. Dan ramai karena dalam hati mereka, terdengar ribuan teriakkan seorang fans, teriakan fans yang tertuang dalam 1000 surat seorang fans kepada idolanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar