Home

Selasa, 09 April 2013

[FanFict] UNDER THE SKY 2


Sabtu, 9 Maret 2013, pukul 16.00
Urya Oi! Urya Oi! Urya Oi! Aaaaaahhh… Yosha Ikuzooo!!!
Taiga! Faiya! Saiba! Faiba! Daiva! Vaiba! Jya! Jyaaaa!!!
Teriakan chant memenuhi seisi ruangan teater. Semua fans yang hadir secara kompak meneriakkan chant support kepada idolanya. Hari itu, teater dipenuhi oleh ratusan fans yang hadir. Bahkan lebih penuh dari hari biasanya.
Hampir tak terlihat karena tenggelam dalam kerumunan lautan fans itu, sosok dua orang pemuda. Christ dan Shaw, kebetulan mereka sedang menonton pertunjukkan di hari itu. Berpenampilan dan berperilaku layaknya fans lainnya, mereka menyatu dengan keramaian semarak di dalam teater.
“Cindy, ini gift buat kamu…”, ucap Christ.
“Dhike, hari ini kamu performnya bagus banget…”, menyusul Shaw.
Begitulah kira-kira kata-kata yang mereka ucapkan ketika melakukan hitouch setelah teater. Seperti yang dilakukan fans lainnya, Christ dan Shaw sangat menikmati pertunjukkan hari itu. Mereka meluapkan segala bentuk ekspresi kegembiraan di depan idolanya.
Ini bukan kali pertama mereka berdua menonton teater. Hampir setiap bulan mereka memiliki frekuensi rutin untuk menyaksikan idola mereka menampilkan perfomanya. Tidak hanya mereka berdua, tapi juga keempat pemuda yang lain, N, Niqolas, Ray dan Mizhak. Namun, secara frekuensi menonton, Christ dan Shaw memimpin di depan yang lain.
“Halo… Pada kumpul dimana? Kita udah kelar teateran nih…”, ucap Shaw menelepon.
“Pada dimana Shaw?”, tanya Christ.
“Pada di basecamp… Lagi pada makan katanya… Merapat?”, jawab Shaw sambil menutup telepon.
“Yuk lah laper juga gw…”, lanjut Christ.
Sore itu, setelah menyaksikan teater, Christ dan Shaw menuju basecamp dengan mengendarai sepeda motor. Selama perjalanan, masih tersisa senyuman yang mereka dapatkan dari kedipan, dadahan, dan keindahan performa idola mereka di teater barusan.
-oOo-
Sabtu, 9 Maret 2013, pukul 17.00
Di Basecamp ASAS.
Christ dan Shaw baru saja sampai setelah menonton teater. Keduanya memasuki rumah dan menemukan N dan Niqolas sedang duduk di ruang tengah. Mereka asik bermain game sepak bola di depan sebuah LCD TV berukuran 40 inch.
“Eciyeee yang baru ketemu Dhike…”, ucap N sambil tetap fokus pada gamenya.
“Cakep banget dia hari ini gila…”, respon Shaw sambil menahan senyum dan tawanya.
“Wah, lo mustinya ikut nonton hari ini N… Oshi lu cakep bener dah asli…”, sambung Christ.
“Iya, nanti juga minggu depan gw nont…”
“GOOOOOOLLLLLL ROOOONAAAAALLLDOOOOO!!!!”, ucap Niqolas tiba-tiba sambil membanting joystick.
Nampak pada TV, tim Niqolas yang menggunakan Real Madrid mengalahkan tim yang digunakan N, Atletico Madrid. Sontak Niqolas melompat kegirangan seolah ia benar-benar berada di lapangan dan melakukan selebrasi gol. Wajar saja, gol kemenangan ia cetak di menit injury time, menghasilkan kemenangan untuk Real Madrid, 4-3. Sementara N hanya bengong meratapi kekalahannya.
“Ah, lu sih pada bawel… Kalah kan gw kampreett!!!”, ucap N kecewa.
“Wakakakakaka… Lah lu kan yang mulai ngajak ngobrol tadi… Hahahahaha… Eh, tapi bener dah si dedek oshi lu cantik banget hari ini N…”, Shaw menjawab.
“Ah bodo!!!”, balas N ketus.
Mereka berempat beranjak ke sebuah meja yang sangat besar. Masing-masing mengambil sebuah kursi untuk mereka duduki. Kemudian membuka laptop masing-masing dan menghubungkannya dengan kabel jaringan internal.
Hari itu tepat seminggu setelah berita mengagetkan dari Bos Besar. Ia menerima sebuah kontrak dari klien untuk menghabisi fX Mall Senayan. Berita yang sangat mengagetkan bagi N dan kawan-kawannya, karena tempat itu adalah tempat mereka biasa berkumpul, nongkrong dan melakukan kegiatan idoling bersama.
Suara ketikan keyboard laptop saling balapan. Mereka sibuk dengan laptop masing-masing. Bukan main game, melainkan mereka menyelesaikan laporan mingguan untuk disetor ke HeadQuarter.
“Ahhh… Paling bete gw kalo bikin laporan kosongan kek gini…”, keluh N.
“Hahaha… Ya mau gimana lagi, emang seminggu ini kita nggak ada misi apa-apa…”, balas Christ agak bercanda.
“Berasa pengangguran yak…”, timbrung Shaw.
“Iye pengangguran… Saking nganggurnya ampe pada rajin bet rajin teateran…”, ledek Niqolas.
Mereka berempat pun tertawa ringan. Memang dalam kurun seminggu ini, tim ASAS ini tidak mendapatkan misi apapun. Padahal biasanya mereka bisa mendapatkan 2-3 misi tiap minggunya, bahkan terkadang hingga 4 misi.
Bukan hal yang aneh, mengingat kejadian ledakan bom di sungai sebelumnya. Karena kejadian itu, sepertinya memicu ketenangan atau sering kita sebut dengan istilahalarm. Hampir tidak ada kejadian semacam itu lagi selama seminggu terakhir, seperti yang sudah diprediksikan oleh Mizhak. Dia bilang jika ada kejadian semacam itu, orang akan fokus pada pemulihan kondisi berita publik dahulu sebelum memulai kejadian yang lain. Secara awam, kita dapat menyimpulkan kondisi ini sebagai Big Shock, sehingga untuk mengurangi Big Shock tersebut, akan dikurangi kejadian lain setelahnya untuk mengembalikan kondisi kestabilan publik terlebih dahulu.
Setidaknya itu yang sebagian besar dari mereka pikirkan, dengan penjelasan dari Mizhak tentunya. Mereka berpikir bahwa kekurang-sempurnaan misi terakhir menyebabkan HeadQuarter mengurangi jatah misi mereka satu minggu terakhir. Namun, tidak demikian dengan N. Ia memiliki pemikiran lain tentang hal ini.
“Guys…”, ucap N memulai pembicaraan.
“Menurut gw, kegagalan kita di misi terakhir bukan satu-satunya alasan kita nggak ada misi selama hampir seminggu ini…”, lanjutnya.
“Hah? Maksud lo N?”, tanya Niqolas agak bingung.
“Well… Biar gw tunjukkin teori gw…”, balas N.
N kemudian mengetikkan beberapa huruf ke keyboard di laptopnya. Ia mencari sebuah data presentasi. Setelah menemukannya, ia pun segera menekan ‘Enter’ dan menghubungkan laptopnya ke sebuah LCD.
Di dalam slide presentasi itu, nampak sebuah penjelasan panjang. Penjelasan akan sebuah teori yang ada di dalam pikiran N. Niqolas, Shaw dan Christ dengan seksama memperhatikan penjelasan N yang padat dan jelas tersebut.
“So, gw menyimpulkan… Kita nggak dapat misi selama seminggu terakhir ini, karena ada faktor ‘Agent Deactivation’ atau pe-non-aktifan agent… Dimana hal tersebut terjadi pada kita, karena next target adalah tempat kita biasa berkumpul bareng, kita berenam…”, ucap N menutup presentasi.
“Jadi, lo mau bilang kalau kita sengaja di-non-tugaskan karena kita terkait dengan fX Mall?”, tanya Niqolas.
“Yap… Itu pemikiran gw… Dan gw sangat yakin itu benar…”, balas N.
“Cukup make sense sih… Secara, kalau kita ditugaskan, sangat memungkinkan kita mengalami dilema antara perasaan dan tugas ya…”, lanjut Christ.
“Tapi kalo menurut gw, itu kurang cukup buat me-non-aktifkan Agent…”, ucap Niqolas.
“Maksud lo gimana Niq?”, balas N.
“Seperti yg kita tau, di ‘Basic Rules for Agent’ nomer 102. Seorang Agent dilarang memiliki kendala perasaan terhadap target, apapun alasannya. So, menurut gw, ini udah merupakan bentuk profesionalisme kita dong…”, jelas Niqolas.
“Bener sih, emang ada… Tapi yang gw maksud tadi, ini adalah bentuk antisipasi dariHeadQuarter…”, balas N.
“Kalo menurut gw sih N… Lo terlalu takut untuk ngelakuin misi ini… Makanya lo buat seolah lo beralasan lain…”, serang Niqolas.
“Eyyy… Udahlah, kalian berdua…”, ucap Christ menengahi.
Nampak tatapan mata N dan Niqolas saling beradu. Tak ada satu kata pun mereka lanjutkan setelah Christ melerai mereka. Meskipun begitu, tatapan mata keduanya menyiratkan ribuan makna. Seolah, mereka ingin menyelesaikan adu argumen ini tanpa ada pihak lain yang ikut campur.
Suasana di ruangan ini sekarang agak dingin. Semua ini terjadi karena ketegangan yang muncul antara Niqolas dan N. Tak terkecuali Shaw yang hanya bisa diam melihat rekannya beradu mulut. Hanya Christ yang mampu menengahi mereka, sejak dulu, dan terjadi kembali hari ini. Memang hanya sesama field agent yang bisa mengerti satu sama lain lebih baik.
Suasana dingin yang ada di ruangan ini terus berlanjut. Sampai akhirnya seseorang memasuki rumah dengan berisik. Seorang membawa dua kantong plastik besar. Di kantong plastik yang pertama, berisikan belasan kaleng bir dan botol vodka. Sedangkan di kantong plastik kedua berisikan makanan dan cemilan ringan. Dengan kerepotan dan berisik orang ini memasuki ruangan yang sedang tegang itu.
“Woy… Malam ini kita partyyyyyyyyy….”, ucap Ray girang sambil menumpahkan isi plastik ke atas meja.
-oOo-
Minggu, 10 Maret 2013, pukul 01.00
Nampak seorang pemuda terkapar di atas meja. Shaw tak sanggup lagi melanjutkan acara minum-minum dengan keempat kawannya. Bahkan ia sudah mengalamihangover sekali, alias muntah karena terlalu banyak minum. Hal ini terjadi tak lepas dari tindakan Ray. Ia memang sengaja menjebak Shaw agar banyak minum bir, dan pada akhirnya muntah.
Diawali dari sebuah game ‘Truth or Dare’, malam itu kelima pemuda ini memulai pestanya. Ray mengusulkan untuk mengubah game menjadi ‘Dare’ saja, karena‘Truth’ terlalu riskan untuk dilakukan, mengingat mereka adalah Secret Agent. Semua orang sepakat, dan game ‘Dare Only’ pun dimulai.
Game dilakukan dengan cara kelima pemuda tersebut memilih sedotan yang sudah ditutup bagian bawahnya dengan tangan Ray. Salah satu dari kelima sedotan itu, memiliki tanda yang berbeda dari yang lain. Barang siapapun yang mendapatkan sedotan itu, maka harus meminum bir sebanyak satu kaleng.
Shaw, yang memang sedari awal sudah menjadi target Ray, berkali-kali jatuh ke dalam jebakan. Ray jelas memilih Shaw sebagai target, karena ia tau, N, Niqolas dan Christ merupakan orang yang tangguh untuk urusan minum. Ray yang menjadi bandar yang mengocok sedotan, berkali-kali berhasil menjebak Shaw untuk mengambil sedotan hukuman. Hingga Shaw mengalami hangover, kurang lebih ia sudah meminum bir sebanyak 8 kaleng.
Sementara itu, keempat selain Shaw, kini sudah mulai hilang kesadaran. Alkohol sudah mulai mengisi kepalanya. Meskipun kepala mereka berempat masih tegak diatas lehernya, tidak seperti Shaw yang sudah merebahkan kepalanya ke meja, kesadaran N, Niqolas, Christ dan Ray sudah mulai berkurang. Tak jarang obrolan dan candaan ngawur mereka lontarkan, dan lucunya, mereka menikmati itu seolah merupakan candaan berkualitas tinggi.
“Eh, N… Gw tetep masih nggak setuju sama presentasi lo barusan ya…”, ucap Niqolas dengan nada ngelantur.
“Eh… Niq… emang lo tau apa soal informasi hah?”, tantang N, juga dengan nada ngelantur.
“Hah? Gw?? Ga tau apa-apa gw…”, jawab Niqolas.
“Nah, makanya… Mending lo bantuin gw gagalin ini misi kampreeettt…”, ucap N keceplosan.
“Oooohh… Ternyata lo mau batalin ini misi toh nyeett…”, ucap Niqolas.
“Niq… Itu tongkrongan kita Niq…”, balas N.
“PERSETAN!!! Gw ga ada urusan sama rencana lo!!! Gw ga mau defy bos!!!”, ucap Niqolas dengan nada naik, sambil berdiri dari kursi tempat ia duduk.
“WOY!!! Emang lo udah ga mau lagi liat Sonya perform!!! Ga usah muna lo Niq!!!”, balas N tak kalah keras.
Christ dan Ray, yang menyaksikan perdebatan yang menjadi keras ini pun kaget. Mereka berdua ingin melerai Niqolas dan N. Hanya saja, efek alkohol sudah memenuhi kepala mereka. Jangankan melerai, untuk membuka mulut untuk bicara saja sulit sekali.
“Niq… N b-be-bener Niq…”, ucap Christ lirih, sambil meraih kaos yg dikenakan Niqolas.
“OH!! Jadi lo juga sepikiran sama ini orang!!! Lepasin tangan lo!!! SETAN!!”, Niqolas membanting tangan Christ yang meraih kaosnya.
“Niq, lo musti bantuin kita Niq!!! Kalo kita berenam, kita pasti bisa GAGALIN MISI ITU!!!”, bentak N keras.
“PERSETAN AMA LO SEMUA!!! GUA KELUAR!!!”, ucap Niqolas keras, memenuhi isi ruangan.
Niqolas pun beranjak dari tempatnya. Segera ia menarik tas dan jaketnya, keluar dari ruangan. Sementara yang lainnya hanya bisa diam tak mampu menghentikan langkah Niqolas. N hanya bisa terduduk kembali di kursinya. Sambil bersandar di meja, kedua tangannya menutup wajahnya menunjukkan kekecewaan. Ia hanya terdiam, entah merasa bersalah, entah kebingungan. Christ hanya bisa mengelus punggung kawannya itu, mencoba menenangkannya.
“Elo emang keparat semua!!!”, ucap Shaw tiba-tiba.
Sontak, N, Christ dan Ray kaget mendengar ucapan itu dari Shaw. Mereka pikir Shaw sudah tidur, ternyata tidak. Shaw bangkit dari tempatnya duduk dengan agak gontai. Mengambil tas dan perlengkapannya dengan asal-asalan. Nampaknya ia juga mau keluar dari ruangan ini. Ray pun spontan mencoba menghentikan Shaw.
“Lo mau kemana woy…”, ucap Ray mencoba menahan Shaw.
“BERISIK!!! Diem aja lo Ray!!! Gw tau lo emang sengaja bikin gw kaya begini!!!”, ucap Shaw marah pada Ray.
“Nggak gitu woy… Jangan emosi gitu lah Shaw…”, balas Ray.
“PERSETAN!!!”, teriak Shaw.
Shaw pun keluar dari ruangan ini. Ray, yang merupakan partner terdekatnya pun tak bisa menghentikannya. Nampaknya ada faktor marah karena dibuat hangover oleh Ray, hingga Shaw tak mau mendengar kata-kata Ray. Ray pun merasa bersalah, ia hanya bisa duduk kembali di meja, terdiam.
N dan Christ hanya bisa semakin membisu. Entah ada setan apa di ruangan ini. Mereka semua jatuh ke dalam kontrol alkohol, tak bisa menahan emosi, dan meluapkan kata-kata dengan keras. Kini ruangan itu menjadi hening. Hanya terdengar samar-sama suara sepeda motor. Mungkin suara motor Niqolas dan Shaw yang meninggalkan rumah ini.
Tiba-tiba terdengar langkah kaki buru-buru dari luar rumah. N, Christ dan Ray berharap itu adalah langkah kaki Niqolas atau Shaw, yang membatalkan keinginannya untuk pergi. Namun, ternyata bukan.
“Guys… Itu kenapa Niqo sama Shaw dah… Gw sapa nggak nyaut…”, ucap Mizhak yang baru saja sampai memasuki rumah tanpa mengetahui apapun.
-oOo-
Selasa, 12 Maret 2013, pukul 16.00
Di kantor ASAS, N dan Christ duduk di ruang tamu. Seperti membicarakan beberapa hal. Di sampingnya nampak Ray dan Mizhak yang mendengarkan pembicaraan mereka.
Sudah dua hari sejak Niqolas dan Shaw walkout sejak malam itu. Dan hingga detik ini, mereka berdua tak dapat dihubungi oleh siapapun. Keberadaannya pun tidak ada yang tau, karena batang hidung mereka berdua juga tak pernah muncul.
“Lo berdua bisa bantu gw lacak misi itu nggak?”, tanya N pada Ray dan Mizhak.
“Bisa sih, tapi gw gak jamin maksimal…”, jawab Mizhak.
“Ya… Lo tau kan N, gw perlu Shaw buat hasil lacak maksimal…”, jelas Ray.
“Nggak papa… Lo berdua lacak semampu lo… Tapi hati-hati, jangan sampai ketauan bos…”, lanjut N.
“Oke…”, jawab Ray dan Mizhak serempak.
Ray dan Mizhak pun masuk ke dalam. Mereka bermaksud mengakses informasi terkait misi yang mereka sama sekali buta itu. Sementara N dan Christ tetap di ruang tamu.
“Lo yakin N??”, tanya Christ.
“Yakin maksud lo? Gw pikir lo sepakat sama gw Christ…”, ucap N pada Christ.
“Iya, gw juga nggak setuju sama misi itu… Tapi kita sekarang cuma berempat bro…”, lanjut Christ.
“Sejujurnya gw juga agak ragu Christ…”, ucap N lirih.
“Nah… Makanya itu tadi gw tanya…”, balas christ.
“Tapi, mau gimana lagi… Dengan sumber daya terbatas ini, mau gak mau kita…”, jelas N terputus karena tiba-tiba Ray mendatangi mereka dari ruang tengah.
“Guys, kita udah dapet beberapa info…”, ucap Ray.
N dan Christ pun beranjak dari tempatnya duduk menuju ruang tengah. Disana, Mizhak sudah siap dengan beberapa data yang akan ditunjukkan pada N dan Christ.
“Misi itu adalah request dari Mr. Z, CEO dari Foundation XXX. Motivasinya adalah karena bisnisnya mulai tersaingi oleh ramainya pengunjung fX Mall. Dia punya tiga mall besar di Jakarta saat ini, yaitu AL MallLA Mall, dan Mall AY. Dia meminta request ini demi monopoli bisnisnya. Kayaknya misi ini dibayar dengan harga yang sangat tinggi, tapi gw blom bisa pastikan…”, ucap Mizhak.
“So, misi itu akan terjadi Minggu dinihari, sekitar pukul 02.00 pagi…”, lanjut Ray menjelaskan.
“Akan ada sebuah mobil, mengaku kurir barang toko X… Di dalam mobil itulah bom sudah ditanam dan akan diledakkan pada waktu tertentu…”, tambah Ray.
“Oke, dimengerti…”, ucap Christ.
“Tolong lacak, bom itu dalam bentuk apa, supaya kita bisa intercept sebelum sampai di lokasi…”, ucap N memberi komando.
Serentak Ray dan Mizhak diam menatap N.
“Kenapa??”, tanya N.
“N… Gw ragu gw bisa ngelacak itu… Itu cuma Shaw yang mampu ngelacak jaringan internal sejauh itu…”, jelas Ray ragu-ragu.
N yang mendengar penjelasan itu, dan melihat Mizhak juga mengiyakan pun terdiam. Ia mengerutkan dahinya, mencoba memikirkan jalan lain. Sementara Christ hanya bisa melihat N yang kebingungan.
“Oke… Kalo gitu, nanti kita coba cari bom nya di tempat, kita ambil risiko kehilangan waktu…”, ucap N.
“Tapi itu bahaya N… Lo tau sendiri…”, ucap Mizhak.
“Iya N… Itu terlalu beresiko…”, tambah Ray.
“Ga masalah… Gw akan ambil risiko itu… Gw sama Christ udah biasa ngadepin risiko, lo berdua tau sendiri…”, jelas N, Christ hanya diam.
“Oke kalo lo udah bilang gitu…”, ucap Ray.
“Nah, untuk bantu bisa melacak itu, gw perlu akses ID card security di lokasi… Tolong dapetin akses itu, dan buat ID card baru buat gw dan Christ…”, lanjut N.
Tiba-tiba Christ memegang pundak N. Sambil kebingungan dan menatap rekannya itu, N mencoba mencerna arti dari bahasa tubuh yang Christ berikan.
Ray dan Mizhak pun memberikan tatapan yang sama pada N. Tatapan nanar kebingungan semi meragukan. Nampak seolah ketiga pasang mata mereka menatap dalam ke sepasang mata N. Seolah ingin mengatakan sesuatu yang penting.
“Bro… Sepertinya ID card itu nggak mungkin… Itu cuma Shaw yang bisa…”, ucap Christ lirih.
-oOo-
Kamis, 14 Maret 2013, pukul 12.00
N dan Christ sedang menyantap makan siang mereka di ruang tamu. Sambil melahap makanannya, N dan Christ nampak berpikir keras. Betapa tidak, mereka menemukan terlalu banyak kendala yang harus mereka hadapi untuk menggagalkan misi itu. Semua ini terjadi karena mereka kehilangan seorang Internal Accesser.
Ya, ketidakberadaan Shaw sangat mempengaruhi rencana mereka karena kurangnya kemampuan seorang hacker internal. Mereka bahkan tidak bisa mengakses CCTV lokasi, satu hal yang sangat vital dalam sebuah misi.
“N… Jadi… Gimana…”, ucap Christ lirih.
N hanya terdiam. Nampaknya ia memikirkan sesuatu. Sesuatu yang begitu sulit ditemukan jalan keluarnya. N memang seorang yang berani mengambil risiko, tapi bukan berarti ia tidak memperhitungkannya. Saat ini N sedang dalam kondisi membandingkan antara risiko dan kemungkinan berhasilnya menggagalkan misi itu.
Tiba-tiba dengan buru-buru Ray menuju ruang tamu dari ruang tengah. Wajahnya menunjukkan ketakutan dan keraguan. Dengan kacamatanya yang tebal, ia terburu-buru memanggil N dan Christ untuk masuk ke ruang tengah.
N dan Christ segera merespon. Mereka tahu, ada sebuah hal penting, yang membuat Ray berperilaku seperti itu. Segera mereka berdua menuju ruang tamu. Betapa kagetnya, mereka menyaksikan tayangan di LCD TV di ruang tamu tersebut. Nampak sosok yang tidak asing sedang menghisap cerutunya dan duduk di meja kebesarannya. Itu ‘Video Message’ dari bos!!!
“N… Christ… Ray… dan Mizhak…”, ucapnya memulai pesan dengan santai.
“Hmmm… Sepertinya kurang dua orang ya… Niqolas dan Shaw…”, lanjutnya.
“Asal kalian tau aja… Niqolas dan Shaw sudah saya tempatkan ke tim lain… Jadi, untuk sementara waktu, kalian akan berempat saja…”, jelas bos.
Mereka begitu kaget melihat dan mendengar pesan itu. Mereka hanya bisa diam. Mencoba mencerna setiap kata di pesan itu dengan seksama. Karena setelah pesan itu selesai, seperti biasa, akan langsung hilang, seperti setiap pesan yang mereka terima selama ini.
“Dan satu hal lagi…”
“Saya tahu kalian akan mencoba menggagalkan misi itu… Saya hanya bisa memberi satu saran…”
“Jangan sedikitpun kalian usik misi itu… Jika kalian melakukan tindakan apapun… Saya tidak akan segan menghabisi kalian berempat…”
Video itu ditutup dengan bos yang mematikan cerutunya sambil tersenyum kecil menghadap ke kamera. Setelah mati, video itu pun hilang, seperti biasanya. N, Christ, Ray dan Mizhak yang kaget dengan video mendadak itu hanya bisa diam membisu. Ribuan pemikiran kini memenuhi otak mereka. Pikiran yang bercampur aduk antara keraguan, ketakutan, kebingungan, kesedihan, kemarahan hingga kekecewaan. Mereka benar-benar sadar akan power yang dimiliki oleh bos, dan juga sadar itu bukan gertak sambal belaka. Tak ada satupun dari mereka yang mengucapkan sepatah katapun setelah itu.
-oOo-
Jumat, 15 Maret 2013, pukul 18.30
N, Christ, Ray dan Mizhak, sedang mengantri menukar tiket teater di sore itu. Setelah mendapatkan tiket teater, mereka pun menunggu di sebuah restoran di lantai 5.
Selama menunggu, mereka hanya diam dan berbicara seperlunya. Di dalam pikiran mereka, masih terngiang pesan dari bos kemarin. Mereka terlalu ragu untuk membicarakan hal ini. Karena itulah Christ mengusulkan untuk mereka menonton teater saja untuk mengurangi stress.
Setelah menunggu setengah jam, mereka berempat pun mengantri bingo untuk masuk teater. Kebetulan, bingo mereka mendapat giliran masuk keempat, yang menjadikan mereka mendapat tempat duduk yang cukup berada di depan, sekitarrow kelima dari tempat duduk terdepan.
Show pun dimulai. Gema chant ratusan fans JKT48 pun terdengar memenuhi isi ruangan. Tak terkecuali mereka berempat. Ditengah kebingungannya, mereka mencoba untuk sejenak melupakan penat dan bersenang-senang. Dengan semangatnya mereka turut meneriakkan chant dan sesekali memanggil nama oshimereka masing-masing.
Selama kurang lebih dua jam, show berjalan. Benar saja, mereka berempat benar-benar sejenak melupakan penat dan begitu menikmati show idola mereka itu. Semua ini berkat Christ yang mengusulkan untuk teateran bersama.
Acara pun ditutup dengan hitouch dengan member. Nampak wajah ramah para member menyapa para penggemarnya. Begitu pula wajah bahagia yang muncul dari Christ, Ray dan Mizhak. Hanya N yang tersenyum ringan saja, mungkin karena oshinya saat itu tidak hadir di teater untuk perform.
Selesai teater, mereka pun segera mencari makan malam. Mereka memutuskan untuk makan di sebuah bar tempat mereka biasa minum. Setelah sampai, mereka pun segera melakukan order karena sudah begitu lapar karena menghabiskan energi di teater untuk berteriak.
Kembali suasana diam mengisi atmosfer diantara mereka berempat. Hanya senyum-senyum tipis yang masih tersisa di wajah mereka usai teater tadi. Senyum yang mungkin akan terus bertahan hingga esok hari.
“Tadi Haruka lucu banget yah Ray…”, ucap N memulai pembicaraan.
Wajah Ray kontan tersenyum lebar. Seolah mendadak ia berdelusi mendengar ucapan dari N barusan. Secara gampang, wajah Ray benar-benar nampak mendadak jadi bodoh. Semua menertawakan tingkah laku Ray tersebut.
“Lucu N… Minta dicubit…”, ucap Ray yang kemudian geli sendiri setelah mengucapkannya.
“Alah kampret emang lemah lo…”, ledek Mizhak.
“Shanju juga lucu tadi loh Zhak…”, balas Christ.
Mizhak mengeluarkan ekspresi yang sama dengan Ray tadi. Sambil mencoba mengalihkan perhatiannya ke handphone nya dan salah tingkah menekan tombol secara random. Ray pun balik menertawai Mizhak.
“Kakak… Makasih ya giftnya waktu itu… Chiyeeeee…”, ledek N pada Christ.
Christ pun mendadak memerah mukanya mendengar kata-kata itu. Kata-kata yang tadi Cindy ucapkan kepadanya ketika hitouch. Cindy mengucapkan terimakasih secara langsung pada Christ atas pemberian hadiah yang ia berikan saat teater terakhir sebelumnya. Mereka berempat pun tertawa bahagia dan lepas.
“Tapi sayang yeh N… Frieska nggak theater hari ini…”, ucap Christ.
“Jyaaahhh… Kalo ada mah, orang kayak N juga pasti mendadak lemah lah…”, lanjut Ray.
“Terus langsung khilaf beli swag sejadi-jadinya…”, tambah Mizhak.
“Hahahahahahahahaha”
Mereka berempat kembali tertawa lepas. Sepertinya efek teater hari ini benar-benar membuat mereka senang. Di tengah kondisi mental mereka yang tertekan. Mereka bisa dengan lepas tertawa, benar-benar sebuah anugerah.
“Hahahaha… Iya sih, sayang oshi gw nggak teateran hari ini…”, ucap N.
“Tapi lo semua tau dan udah rasain…”, lanjut N agak serius.
Mereka pun menghentikan tawa mereka. Tatapan mata Christ, Ray dan Mizhak kini tertuju pada N. Mereka bertiga paham benar, N sedang mulai serius, nampak dari susunan kata dan nada bicaranya. Mereka tahu, ada yang ingin N sampaikan.
“Meskipun Frieska nggak teateran hari ini, tapi gw yakin dia sama cerianya dengan member lain ketika teater… Memberi yang terbaik buat para fansnya, termasuk kita…”, ucap N.
“Senyum dan performa itulah Christ, Ray, Zhak… Yang membuat gw nggak mau kehilangan…”, jelas N sangat serius.
“Mereka yang mampu memberikan semangat buat para fansnya, bukan hanya kita, tapi ribuan orang yang juga menyaksikan mereka, dan mendapatkan kesenangan dan semangat kembali setelah menyaksikan performa mereka…”, jelas N.
“Itu bukan hal yang mudah dicapai, bukan hal yang mudah dibeli dengan uang, atau bahkan bukan hal yang bisa begitu saja dihancurkan demi kepentingan bisnis orang lain…”, lanjut N.
“Harta yang berharga inilah yang gw mau, kita, walaupun cuma berempat, lindungi guys… Bukan semata nggak mau kehilangan tempat nongkrong atau tempat kumpul… Tapi lebih dari itu, tempat itu menyimpan terlalu banyak kebahagian bagi orang-orang… Kebahagiaan ini yang mungkin belum bos rasakan dan belum ketahui…”, jelas N semakin serius.
“So… Gw, setelah menyaksikan teater barusan… Sekarang membulatkan tekad… Gw akan gagalkan misi itu… Semampu gw, dengan taruhan apapun… Karena gw mau melindungi senyum-senyum bahagia itu guys…”, tutup N.
N kemudian mengangkat gelas birnya. Christ yang melihatnya langsung merespon dengan juga mengangkat gelasnya menempelkannya ke gelas N. Ray dan Mizhak pun tersenyum dan turut mengangkat gelasnya. Mereka berempat pun saling pandang dan tersenyum. Dengan serempak mulai mengangkat tinggi gelasnya dan bersulang.
CHEEERRRSSSS!!!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar