Home

Rabu, 10 April 2013

[FanFict] Oshi Ayah


“Ayah. Nenek. Berangkat”, ucap Tomi bocah 14 tahun sembari berlari keluar rumah.
“Tungg… haduh, anak zaman sekarang… sukanya buru-buru”, keluh Indra yang tak sempat menghentikan langkah anaknya.
“Memangnya kamu dulu tidak seperti itu Ndra?”, ucap wanita separuh baya yang sedang membawa piring ke meja makan.
“Hehehe. Iya bu. Maaf bu maaf”, ucap Indra malu.
“Udah, sarapannya cepet! Udah jam berapa ini? Nanti kamu telat.”,perintah sang Nenek.
Setelah selesai sarapan, Indra pamit dan segera berangkat menuju kantor.
-oOo-
Pagi itu cahaya mentari tak terlihat sedikitpun. Dengan ditemani sedikit angin, gumpalan berwarna abu-abu mulai menutupi langit. Ditengah ramainya kendaraan, tetes demi tetes air mulai turun dan mulai menggenangi jalan. Ditengah hujan, ditengah kemacetan, Indra mendapat pesan singkat dari anaknya, Tomi.
“Yah, tadi lupa bilang. Ayah gak lupa sama hari ini kan? Ini hari ulang tahunnya bunda. :) ”, kalimat itu muncul di pesan singkat.
Setelah membaca pesan dari anaknya itu, Indra tersenyum.
“Tentu ayah tidak akan lupa dong.”, balasnya.
Disekolah, Tomi mengikuti pelajaran seperti biasa. Tidak ada kesulitan dalam hal belajar bagi dirinya. Tomi merupakan peringkat 1 pararel di sekolahnya. Dibalik kepintarannya dalam bidang akademik, Tomi sangat menyukai musik.
Kebetulan idol grup JKT48 yang menjadi bahan omongan di kelasnya, membuat Tomi tertarik. Sering sekali Tomi diajak oleh teman-temannya untuk melihat pertunjukan JKT48 yang dilangsungkan hampir setiap hari di fX Mall. Namun, Tomi belum pernah memiliki kesempatan menyaksikannya.
-oOo-
Sore itu, Indra telah selesai dari pekerjaan sehari-harinya yang hanya terpaku pada layar monitor dan selalu asik memainkan tombol huruf dan angka. Langit bekas hujan mulai menghitam. Jalanan mulai dihiasi oleh cahaya terang. Indra yang kelelahan sehabis bekerja, mengistirahatkan tubuhnya diatas kursi kafetaria dan memesan sebuah mie rebus untuk disantap.
“Jam setengah 6 ya… Setelah ini rapat lalu pulang.. Heehhh… Hari yang melelahkan. Tomi gimana ya?”, batin Indra.
Sembari menunggu pesanannya, Indra mencoba untuk menghubungi rumah.
“Halo, Ibu? Bu, Tomi gimana?”, tanya Indra.
“Gimana apanya? Dia lagi dikamar sama temennya. Ngobrol dari tadi. Asik banget kelihatannya Ndra.”, ucap sang Nenek.
“Emangnya ngomongin apa bu? Kok sampe sore kayak gini. Biasanya kan jam segini dia lagi belajar?”, tanya Indra heran.
“Dari tadi ngomongin jeketi atau apalah itu… Yaudah ya nak. Ibu mau masak air dulu. Sudah yaa… tuut tuut tuut…”, tutup sang Nenek.
“Kok … hmm…”, batin Indra heran.
“Ini pak pesanannya. Silahkan menikmati.”, ucap seorang pelayan yang sedang menyajikan pesanan diatas meja Indra.
“Terima kasih”, ucap Indra.
Segera Indra menyantap mie rebus itu selagi hangat.
-oOo-
“Nek, ayah kok lama ya? Udah mau jam setengah 8 nih.”, tanya Tomi pada nenek.
“Sabar nak. Sebentar lagi mungkin ayahmu pulang.”, jawab sang Nenek.
Tomi menunggu kedatangan ayahnya di ruang tamu sambil sesekali melihat keluar jendela. Menunggu dan terus menunggu.
Lama kelamaan, Tomi pun terlihat lelah menunggu kedatangan ayahnya. Matanya mulai memerah. Tak jarang Tomi menguap.
Berkali-kali Tomi mencoba menghubungi sang ayah. Namun, tak sekalipun di angkat oleh sang ayah.
“Kok kamu nunggu ayahmu sampai malam gini? Gak biasanya.”, ucap sang Nenek.
“Nek, Tomi mau tanya. Ayah suka sama JKT48 ya? Aku nemuin foto ini.”, ucap Tomi pada sang Nenek sembari menunjukan sebuah foto.
Pada saat itu, sang Nenek terkejut dan bingung mau berkata apa. Sang Nenek hanya memeluk Tomi.
“Udah sana tidur. Jam berapa ini? Besok walaupun libur, kamu tetep harus bangun pagi… Soal foto itu kan bisa kamu tanyakan besok ke ayahmu.”, perintah sang Nenek.
Tomi menurut dan segera pergi tidur. Beberapa jam kemudian, mobil Indra memasuki garasi rumah.
“Kamu dari mana?! Jam 11 kok baru pulang?”, tanya sang Nenek dengan sedikit nada tinggi.
“Lho? Kenapa bu? Aku capek nih bu. Besok aja ya kalau mau ngobrol.”, jawab Indra pelan.
“Besok pokoknya kamu harus jelasin semua ke Tomi”, ucap sang Nenek.
“Eh? Yaudah ya bu, aku istirahat dulu. Udah malem. Ibu juga harus istirahat.”, ucap Indra.
“Huuhh… Dasar anak zaman sekarang!”, ucap sang Nenek sembari pergi ke kamarnya.
-oOo-
Keesokan harinya, Indra mencoba membangunkan Tomi pada waktu subuh. Namun, karena Tomi masih sangat mengantuk, akhirnya Indra menggendong Tomi masuk ke dalam mobil.
“Ini kita mau kemana yah?”, tanya tomi dengan wajah masih separuh sadar.
Indra diam tak menjawab pertanyaan anaknya. Ditengah perjalanan, Tomi kembali tertidur.
“Nak, bangun. Kita udah sampai…”, ucap Indra.
“Ini tempat apa yah?”, tanya Tomi yang sedang melihat keluar jendela mobil.
“Yuk… Kamu keluar dulu, rapihin dulu bajunya…”, perintah Indra.
Tomi pun hanya menurut. Ia pun kemudian merapihkan baju dan rambutnya. Sementara Indra lebih dahulu keluar mobil. Ia berdiri merapat menyandar ke sebuah pohon sambil menghisap rokoknya. Segera setelah merapihkan bajunya, Tomi pun keluar menghampiri ayahnya. Mereka berdua berjalan di pagi yang segar itu.
-oOo-
Sebuah batu nisan yang sudah cukup lapuk. Mungkin termakan pengikisan dari angin dan hujan. Namun, masih tetap terlihat rapi. Nampak sebuah makam yang basah, akibat hujan semalam. Di batu nisan makam itu tertulis sebuah nama dan tanggal. KARINA, 16-Januari-1975 – 22-Desember-1998.
Disamping makam itu, Indra mengajak berjongkok putranya. Ia membacakan beberapa ayat Al-Qur’an lirih. Tomi hanya mengikuti gerakan tangan ayahnya dan mencoba turut khusyuk.
“Tomi… Ini makam bunda …”, ucap Indra.
Tomi hanya terdiam sambil memandangi makam itu. Sebelumnya, ia tidak pernah diajak oleh ayahnya ke makam bundanya. Indra berpikir bahwa masih belum saatnya Tomi melihat makam bundanya, hingga hari ini. Entah mengapa, Indra merasa hari ini adalah waktu yang tepat bagi Tomi untuk melihat sendiri makam bundanya.
“Kamu nggak papa nak? Kemarin kan ulang tahunnya bunda… Nah, Kalau udah selesai berdoanya, yuk kita bersihkan supaya bunda nyaman disana…”, ucap Indra sambil mengelus rambut Tomi.
Tomi hanya terdiam. Perasaan kaget, lega, dan ragu bercampur aduk menjadi satu.
“Kenapa baru sekarang…” batin Tomi.
Ia kemudian mengikuti ayahnya yang mulai membersihkan daun-daun gugur dan ranting serta batu kerikil kecil di sekitar makam. Ribuan pertanyaan muncul di kepalanya. Akan tetapi, Tomi lebih memilih diam tanpa bersuara.
-oOo-
Dalam perjalanan pulang, Indra mencoba mengajak ngobrol Tomi. Sebenarnya ia takut Tomi akan terguncang dengan kunjungan ke makam hari ini.
“Kamu mau makan apa nak? Mau mie ayam Bang Kumis yang biasanya?”, tanyanya mencoba mencairkan suasana.
“Eh? I-iya. Yuk makan mie ayam…”, ucap Tomi sambil tersenyum.
Melihat anaknya tersenyum, Indra pun lega. Rasa khawatirnya pun hilang, berganti menjadi rasa syukur.
“Emm… Ayah, makasih yah udah ajak aku ke tempat bunda…”, ucap Tomi.
“Iya… Yuk turun, udah nyampe nih…”, balas Indra.
Mereka berdua pun turun dari mobil dan makan mie ayam. Mungkin karena lapar dan lelah pagi-pagi sudah bepergian, mereka berdua makan dengan lahapnya. Mie ayam semangkuk habis hanya dalam sekejap saja. Mereka pun ngobrol sambil menunggu makanan mereka turun.
“Ayah… Aku diajakin temenku nonton JKT48 di teater loh…”, ucap Tomi.
“JKT48 apa itu nak?”, balas Indra.
“Ciyeeee, ayah pura-pura nggak tau yaaaa…”, ledek Tomi.
Mereka berdua tertawa kecil.
“Aku tau kok ayah juga suka JKT48… Kemaren aku nemu foto member di meja kerja ayah…”, ucap Tomi.
“Hmmm… Yang di dalam laci bawah itu?”, tanya Indra.
“Iya… Makanya aku mau tanya-tanya sama ayah tadi malem… hehehe. Ayah suka sama Sendy ya? Itu fotonya ampe disimpen gitu…”, lanjut Tomi.
“Hmmm… Iya deh kamu nanya terus Ayah kalah …”, jawab Indra dengan sedikit malu.
Mereka berdua pun tertawa ringan. Memecahkan suara burung pagi yang cerah itu. Kemudian Indra tiba-tiba membuka dompetnya dan menunjukkan foto pada Tomi.
“Maksud kamu foto yang ini?”, tanya Indra sambil menunjuk ke arah seorang gadis cantik.
“Iya… Itu Sendy kan yah… Kalo aku sukanya Nabilah…”, jelas Tomi.
Indra hanya terdiam. Kemudian ia tersenyum. Sebuah senyum kelegaan terkembang di bibirnya.
“Ayah mau nonton teater nggak hari ini mumpung libur? Temen aku yang ngajakin punya tiket 3, pasti mau satunya dikasih ke Ayah kalo Ayah yang bayarin nonton teaternya…”, tiba-tiba Tomi mengusulkan.
“Memang jam berapa teaternya?”, tanya Indra.
“Jam 4 sore nanti yah… Mau ya? Mau ya? Cuma 50 ribu kok satu tiketnya…”, bujuk Tomi.
“Oke deh kalo begitu…”, ucap Indra sambil bangkit untuk membayar Mie Ayam.
-oOo-
Sore itu, Indra, Tomi, dan Andre, teman Tomi, ada di lantai 4 fX. Mereka bermaksud menyaksikan teater.
Setelah mengantri tiket, mereka bertiga pun melanjutkan makan sambil menunggu waktu bingo.
“Ndre, ayah aku nih… Oshinya Sendy…”, ucap Tomi pada Andre memulai pembicaraan.
“Wah, beneran om?”, tanya Andre pada Indra.
Indra tersenyum, menandakan sebuah jawaban “iya”. Kemudian disusul oleh senyuman bangga Tomi pada ayahnya sambil melanjutkan makan.
“Wah, kalo om mau, aku ada nih om fotopek Sendy… Buat om aja deh, oshiku bukan dia soalnya.”, ucap Andre sambil menyodorkan selembar photopack.
Indra pun mengambil foto itu dan melihat gambarnya. Ia nampak bahagia melihat photopack itu. Kemudian menyerahkan pada Tomi.
“Kamu simpenin ya buat Ayah… Ayah kan nggak punya album kayak kamu punya itu…”, ucap Indra sambil menunjuk album photopack milik Tomi.
“Oke ayah tenang ajaaaa…”, ucap Tomi.
Mereka pun melanjutkan makan dengan lahap.
-oOo-
Indra, Tomi dan Andre memasuki teater. Mereka mendapatkan posisi tempat duduk row kedua dari depan. Posisi yang sangat dekat dengan panggung. Posisi yang beruntung, karena mereka mendapatkan nomor bingo awal.
Show pun dimulai. Lagu overture membahana memenuhi teater. Fans mulai meneriakkan chant-mix dengan semangat. Tak terkecuali Tomi dan Andre. Hanya Indra yang duduk dengan tenang mencoba menikmati teater dengan seksama.
Member pun keluar, mereka menyanyikan empat buah lagu secara berturut-turut. Seluruh isi teater menikmati pertunjukkan itu. Termasuk Indra, yang mulai mengikuti irama dengan menggerakkan kepalanya mengikuti irama. Matanya melihat dengan seksama ke seluruh wajah member. Sesekali, matanya tertuju pada satu member, Sendy.
Empat lagu pun tidak terasa telah berakhir. Tiba saatnya perkenalan member atau yang biasa disebut dengan jikoshokai.
Tomi yang lelah berteriak, mencoba menengok ke arah ayahnya. Ia melihat ayahnya sangat menikmati show itu. Ia menemukan sebuah senyum bahagia di raut wajah ayahnya. Hingga akhirnya tiba-tiba raut wajah itu nampak sedikit berubah.
Tomi tak memedulikan hal itu. Ia kembali melihat ke arah panggung. Sudah member baris kedua yang melakukan jikoshokai. Kini waktunya perkenalan member favoritnya, Nabilah. Tomi dan Andre berteriak sekencang-kencangnya.
“Hai, namaku Nabilah, Let’s have fun together…..~~~!!!”, begitulah ucapan perkenalan member yang diikuti dengan sorak-sorai ratusan fans di dalam teater.
“Habis ini Sendy, oshi ayah, hehehehe… Jadi penasaran…”, ucap Tomi dalam hati.
“Ganbatte… Yes! Yes! Yes! Hai~ Senyumku berirama dan membuatmu menari… Aku Sendy~~~!!!!”, begitulah ucapan yang keluar dari mulut Sendy.
Tomi yang penasaran, menoleh ke arah ayahnya. Betapa kaget ia melihat pemandangan yang jauh dari perkiraannya.
Tomi melihat Indra menitikkan air mata. Hanya beberapa tetes kecil saja, tapi terlihat jelas oleh Tomi karena tetes air mata itu memantulkan cahaya dari lampu sorot. Perlahan ia memperhatikan dengan diam sosok ayahnya yang berada di sampingnya itu.
“Ayah segitu ngefansnya kah sama Sendy sampe terharu gitu?”, gumam Tomi dalam hati.
Tomi bertanya-tanya dengan sikap sang ayah. Ia berpikir untuk sedikit menghibur hati Ayah. Mungkin sebuah genggaman tangan atau pelukan akan cukup untuk menghibur Ayahnya. Tomi mencoba meraih tangan ayahnya. Seketika, raihan Tomi terhenti.
“Makasih banyak ya nak…”, ucap Indra tiba-tiba sambil menoleh ke arah Tomi.
Tomi yang kaget hanya tertegun dan mengangguk. Kemudian Indra kembali melihat ke arah panggung. Tatapannya tertuju pada satu arah, wajah Sendy.
“Terima kasih ya Tuhan… Engkau telah mempertemukan kami kembali…”, gumam Indra lirih.
“Karin…”, Indra mengakhiri gumamannya sambil mengalihkan pandangan ke arah bawah.
Tomi yang melihat ayahnya sedari tadi, secara jelas mendengar gumaman lirih ayahnya itu. Ia nampak bingung, apa maksud dari ayahnya. Sebelum akhirnya ia melihat tangan ayahnya.
Di tangan itu, tangan yang sedikit berkeringat karena padatnya pengunjung teater, yang membuat AC hampir tidak terasa sama sekali. Tangan yang sedikit bergerak, nampak bergetar. Di ujung jari telunjuk dan ibu jari kedua tangan itu, terjepit sebuah benda berbentuk persegi panjang. Sebuah foto ukuran 3×4 yang dipegang dengan erat, bahkan terkesan terremas. Sebuah foto yang tak asing lagi, karena tadi pagi Tomi melihat foto itu di dompet ayah ketika makan mie ayam. Sebuah foto gadis cantik yang sama dengan foto yang ia temukan di laci bawah meja kerja ayahnya. Gadis itu mengenakan sebuah seragam SMA, tersenyum ke arah kamera. Semakin diperhatikan, semakin terlihat bahwa foto itu adalah foto lama, yang mungkin umurnya lebih tua dari umur Tomi. Sebuah foto yang ia kira adalah foto sosok member Sendy Ariani.
“Bunda…” gumam Tomi dalam hati, sambil menahan genangan air mata di kedua bola matanya yang menggenang, mengantri untuk meluncur ke pipinya.
Air mata yang tak terdefinisikan, entah air mata kesedihan, entah air mata kebahagiaan. Hanya satu hal yang Tomi pahami benar. Air mata itu adalah air mata untuk gadis di dalam foto itu.
-End-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar