Home

Rabu, 10 April 2013

[FanFict] Aku Pun Bisa Menangis


Panggil aku Adi, aku merupakan salah satu fans JKT48 diantara ribuan yang lainnya. Fans yang identik dengan kumpulan kaum pria dan label jomblonya. Ya… Aku memang jomblo, tapi ada sebuah alasan yang membuat ku masih betah untuk menyendiri hingga saat ini. Mungkin diantara kalian ga asing sama istilah “Gagal Move On”, tapi itu nyata terjadi sama diri ku. Aku punya mantan dari jaman SMA dulu, namanya Nia, seorang wanita yang begitu sempurna di mata ku. Seorang figur wanita solehah yang aku yakin akan bisa menjadi ibu yang tepat untuk anak-anak ku nantinya.
Orang tua Nia merupakan orang yang cukup terpandang di kampung ku, itulah yang menjadi alasan ku untuk pergi meninggalkan kota kelahiran ku, menuju ibu kota dengan harapan mengejar cita-cita ku dan menjadi orang yang dapat dibanggakan, sehingga pada saatnya nanti aku bisa merasa pantas untuk bisa meminang Nia. Berat rasanya meninggalkan kota kelahiran ku yang tercinta terlebih meninggalkan seseorang yang istimewa di hati ku seperti Nia. Bahkan Aku terlalu takut membuat Nia sedih, dan takut niat ku untuk pergi merantau menjadi menciut jika melihat Nia menitihkan air mata.
Maka suatu pagi setelah pengumuman kelulusan, ku putuskan untuk berangkat pergi ke ibu kota tanpa meninggalkan sepatah katapun kepada Nia. Satu-satunya orang yang tahu tentang kepergian ku hanyalah ibu ku tercinta. Jahat memang kalo dipikir tindakan waktu itu, namun di dalam hati ku ada satu motivasi yang sangat kuat untuk menjadi orang sukses agar suatu saat nanti aku bisa menjadi orang yang sukses  dan pantas untuk meminang Nia. Dengan mengucap bismillah, kubulatkan tekat menuju tanah dengan sejuta impian yang ingin ku raih.
Tiga hari berlalu setelah kepergian ku, sebuah pesan elektronik masuk ke handphone ku. Sebuah pesan dari orang yang sudah kutunggu-tunggu, namun begitu takut untuk kubaca. Sebuah SMS dari Nia yang berisi pesan nan singkat namun sangat berat rasanya untuk ku balas. Sebuah pesan yang menjadi awal mula putusnya hubungan cinta dengan cara yang sedikit aneh.
“Adi, kamu dimana?” *pesan pertama yang di kirimnya*
“Tiada kata yang bisa ku ucapkan selain Maaf, Maafkan aku Nia, aku pergi tanpa mengucapkan sepatah kata” *balas ku beberapa saat kemudian*
“Sejuta kata maaf mu mungkin tidak bisa mengobati luka dihatiku, namun aku coba mengerti keputusan mu, terlebih setelah aku mendengar cerita dari ibumu betapa kuat tekad mu mengejar cita-cita” *balasan SMS dari nya*
Tak kuasa menahan rasa bersalah, akhirnya kuputuskan untuk membalas SMS terakhirnya.
“Sebaiknya kita berpisah untuk sementara, tunggulah aku jika kau berkenan. Biarkan aku mengejar impian ku, untuk bisa menggapai impian kita bersama”
Tak ada balasan dari Nia, namun selang seminggu setelah kiriman sms terakhir ku, seolah keadaan kembali mencair, Nia masih sering miscall Hp ku hanya untuk mengingatkan untuk sholat malam, walaupun kami sudah mengurangi porsi untuk saling ber SMS an.
–o0o–
Beberapa bulan kemudian, dengan usaha yang keras dan doa dari kedua orang tua, akhirnya aku bisa diterima di sebuah universitas yang cukup terkemuka di Ibukota melalui jalur beasiswa. Di dalam hati ku pun semakin yakin bahwa inilah awal jalan menuju kesuksesan. Semangat ku semakin bertambah, ketika Nia menelpon ku untuk memberikan selamat atas keberhasilan ku.
Waktu pun semakin berlalu, kesibukan ku sebagai mahasiswa mulai menyita tenaga dan perhatian ku, komunikasi dengan Nia semakin jarang ku lakukan. Namun dibalik semua itu aku tetap berusaha untuk tetap keep kontak dengan Nia, walaupun hanya sekedar say hai seminggu sekali. Tak pernah terpikir oleh ku untuk mencoba mencari pengganti Nia selama aku di ibu kota. Tidak ada waktu untuk bermain-main, bahkan untuk masalah percintaan, tekad ku tetap bulat seperti pada waktu awal datang ke kota ini. Belajar dengan sungguh-sungguh dan segera mencapai kesuksesan agar aku bisa mewujudkan impian ku bersama Nia kelak menjadi prioritas utama saat ini.
Mungkin kalian berfikir betapa jenuh dan membosankan nya hidup ku, tapi tidak demikian bagi diriku pribadi. Awalnya aku mencoba mengalihkan semua itu dengan dengan mengikuti perjalan para penyanyi dari negeri Korea sana, atau yang dikenal dengan fans K-Pop, sampai akhirnya aku bertemu dengan sekumpukan gadis-gadis yang manis JKT48, sister grub dari Idol grub jepang AKB48 yang mengubah hobiku menjadi idoling. Pesona Idol lokal yang begitu kuat, dan konsep Idol you can meet yang mereka usung telah membuat ku tidak bisa berpaling. Seperti heroin yang semakin hari pengaruhnya semakin kuat aku pun tidak bosan-bosanya untuk pergi ke theater melihat penampilan mereka.
–o0o–
Tidak terasa 4 tahun sudah berlalu, perjuangan ku di universitas sudah memasuki babak akhir, Besok aku akan menghadapi sidang. Sebuah akhir yang akan menjadi awal perjuangan ku yang baru di dunia kerja. Tak lupa doa restu selalu kuminta kepada kedua orang tua ku, namun yang menjadi salah satu penyemangat ku tak lain adalah perhatian Nia yang masih diberikan kepadaku, walaupun aku tak tau apakah dia masih setia menunggu seperti yang aku lakukan.  Keesokan harinya menjadi hari yang paling membahagiakan bagi diriku, aku lulus sidang dengan nilai yang sempurna, segala usaha keras yang selam ini aku lakukan terasa terbayar lunas. Usaha keras tak kan mengkhianati mungkin menjadi salah satu kalimat yang cocok untuk menggambarkan perasaan ku waktu itu.
Tak lama setelah wisuda, aku diterima bekerja di sebuah perusahaan yang bisa dibilang merupakan pekerjaan yang sudah ku impikan sejak lama. Bisa bekerja di antara gedung-gedung pencakar langit ibukota merupakan salah satu kebanggan bagi orang yang berasal dari desa seperti aku. Segala pengorbanan yang telah aku lakukan seolah berbuah manis, namun hal itu tidak mengurangi ambisi ku untuk tetap bisa meraih sesuatu yang lebih tinggi lagi. Merasa kehidupan ku sudah mapan, aku pun berniat untuk pulang ke kampung sekedar menjenguk orang tua ku dan menemui Nia, berharap dia bisa melihat buah kerja kerasku selama ini sekaligus ingin meminang nya menjadi pendamping hidup ku.
–o0o–
Pagi itu aku sudah berada di kampung halaman ku, ku hirup udara yang sejuk dan kubentangkan pandanganku menuju pemandangan hijau yang selalu kurindukan. Kaki ku melangkah dengan semangat menuju sebuah rumah yang tidak jauh berada dari jalan raya. Ku ketuk sebuah pintu kayu yang sudah tidak asing bagiku.
“Tok..tok..tok… Assalamualaikum Pak, Bu… Adi Pulang… ” *mengetuk pintu dengan semangat*
Tak lama pintu terbuka, terlihat sosok wanita cantik nan anggun yang selalu kukagumi muncul dari balik pintu…
“oalah… Adi… ibu kangen sekali sama kamu nak…” *dengan mata yang berkaca-kaca seraya memeluk diriku*
Aku pun tak bisa menahan luapan kegembiraan ku melihat sambutan ibuku yang begitu hangat, ku balas pelukan nya yang lembut dan ku dekap dengan erat.
“Ayo cepet masuk Di, di luar dingin… ganti baju trus mandi biar ibu siapkan air panas” *segera menju ke dapur sambil menyeka air mata haru dari pipinya*
Aku pun segera menuju kamar, hal pertama yang ada di dalam pikiran ku adalah malam ini aku akan mengajak Nia untuk bertemu dan akan ku ungkapkan kembali perasaan ku kepadanya yang sampai saat ini selalu kujaga, lalu kembali meminangnya menjadi pendampingku. Aku pun segera menelpon Nia, berharap dia bisa keluar malam ini.
“Halo…”
“Halo Nia, ini Adi…”
“Eh, Di kenapa…”
“Aku lagi di rumah nih, tadi pagi baru aja sampai…”
“Loh, kok ga ngabarin aku dulu kalo mau pulang…”
“Hehehe, namanya juga kejutan… Eh nanti malem kita ketemuan yuk, ada yang mau aku omongin…”
“Dimana Di? aku juga ada yang mau diomongin sama kamu… tapi aku ga bisa lama-lama ga enak sama Bapak…”
“Oh ya sudah, nanti kita ketemuan di taman deket musholla setelah sholat Isya yah…”
“Oke, Di…”
Senangnya hatiku, nampaknya Nia memberikan respon yang positif. Di pikiranku dipenuhi berbagai rencana soal penembakan nanti malam. Sebuah kotak kecil diatas berisi cincin yang akan kuberikan kepadanya nanti saat dia menerima pinganku membuat tak henti-hentinya aku tersenyum-senyum sendiri. Rasanya waktu berjalan sangat lambat untuk menunggu hari menjadi petang.
–o0o—
Malam nya, aku pergi ke musholla yang tidak jauh dari rumahku untuk menunaikan sholat Isya, sekaligus untuk bertemu dengan Nia. Tak lupa kubawa kotak berisi cincin yang sudah kusiapkan dan kumasukkan kedalam kantong celana ku. Seusai sholat Isya aku menunggu Nia di sebuah bangku di taman dekat musholla, rasa hatiku begitu tidak karuan. Jantung berdetak dengan tidak beraturan, di dalam pikiran ku hanya terlintas semoga Nia mampu melihat semua hasil dari pengorbananku selama ini dan dapat mengerti jika semua ini kulakukan hanya untuk membuatnya bahagia.
Tak lama sebuah suara lembut memanggil namaku, membuyarkan lamunanku di tempat itu.
” Assalamualaikum… Adi…” *suara lembut yang tidak asing di telingaku*
“Waa… waalaikumsalam…” *jawabku sambil menoleh ke belakang*
terlihat sosok wanita manis nan sholehah tersenyum manis kepada ku.
“Apa kabar Adi? Selamat yah atas wisudanya kemarin…” *seraya tersenyum*
“Hehehe, kabar baik Nia… terimakasih…, kamu sendiri bagaimana…” *dengan gaya yang sedikit salah tingkah*
“Aku Alhamdulillah juga baik” *kembali tersenyum*
Selama sepuluh menit obrolan kami hanya seputar basa-basi dan menanyakan kabar satu sama lain sampai akhirnya Nia memulai pembicaraan yang sedikit serius.
“Adi, ada sesuatu yang mau aku sampaikan ke kamu” *tiba-tiba raut wajah Nia sedikit berubah*
“Aku juga ada sesuatu yang ingin ku sampaikan ke kamu, Nia…” *Jawabku seraya tersenyum*
“O.. ya udah kalo gitu kamu duluan deh…” *jawab nia, dengan ekspresi yang masih sama*
“Loh kamu donk yang duluan, aku nanti aja….”
“Ya Udah kalo gitu… Adi, Apa perasaan kamu waktu dulu pergi dari desa ini untuk pertama kalinya ke Jakarta”
Aku pun terdiam… dan kemudian Nia berbicara kembali…
“Mungkin kamu udah lupa yah… hehehe” *katanya seraya tertawa*
“Tapi asal kamu tau sebenernya aku pingin banget marah ke kamu, kamu pergi tanpa pamit ke aku”
“Sampai akhirnya aku bertemu dengan ibumu dan dia coba meyakinkan aku akan keputusan mu waktu itu” *tiba-tiba raut wajah Nia berubah menjadi sedikit berkaca-kaca*
“Seandainya perasaan para wanita bisa seperti kalian para lelaki, yang bisa tegar menghadapi sesuatu tanpa menitihkan air mata”
“Apa lagi waktu kamu minta kita untuk berpisah sementara, aku bahkan tak kuasa untuk menolaknya karena melihat keinginanmu menggapai cita-cita yang begitu kuat”
seketika suasana menjadi hening… Dan tiba-tiba Nia pun melanjutkan obrolannya…
“Eh maaf yah Di, kok aku malah jadi curhat masa lalu” *katanya seraya masih menunduk*
“Sebenernya bukan itu yang pingin aku sampaikan ke kamu, tapi ini…” *seraya mencari-cari sesuatu di dalam tas yang di jinjingnya*
Tiba-tiba Nia mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya, sesuatu yang berbentuk seperti surat dengan hiasan-hiasan yang indah.
“Apa ini Nia?…”*tanyaku kepadanya*
“Ini undangan pernikahanku dengan Kang Agus”
“Maaf kalo selama ini aku ga pernah cerita ke kamu, sudah 3 bulan ini ayah menjodohkan aku dengan Kang Agus, anak teman semasa sekolahnya dulu di pesantren”
“Sebagai anak yang mencoba berbakti aku tidak kuasa menolak permintaan ayah, apalagi aku memang tidak memiliki pacar semenjak terakhir menjalin hubungan dengan kamu semasa SMA dulu”
“Maaf baru kasih tau kamu sekarang, Aku ga mau menggangu konsentrasi kamu dengan hal-hal pribadiku yang mungkin ga penting buat kamu”
“Sebenarnya, aku baru akan mengirimkan nya besok… tetapi tiba-tiba kamu datang dan alangkah lebih baiknya kalo kabar gembira ini aku sampaikan langsung ke kamu”
“Kamu pasti datang kan Di?” *terlihat senyuman Nia, seraya menyerahkan undangan itu*
Aku pun menyambut undangan dari tangan nya seraya mencoba memberikan selamat dan tersenyum. Kami pun mengobrol beberapa menit, dengan tema yang tidak beraturan mulai dari pekerjaan hingga masalah hobi Idoling ku, untuk mengalihkan perasaan sedihku. Dan tiba-tiba Nia mencoba mengatakan sesuatu.
“Eh iya, tadi ada yang mau kamu omongin ke aku yah? apaan?” *Tanya nya seolah ingin memecahkan kesunyian suasana waktu itu*
Tak ada kata yang bisa terucap, hanya sebuah gelengan dan senyuman yang kupaksakan untuk menutupi kegundahan hatiku. Nia pun pulang setelah kami mengobrol beberapa menit. Kulihat punggungnya yang semakin menjauh dan menghilang ditelan kegelapan malam. Satu pertanyaan darinya yang masih belum bisa kujawab, apakah aku akan hadir di hari pernikahannya atau tidak. Mungkin dia berfikir pria sepertiku begitu tegar bagaikan karang, namun di sisi lain terdapat jiwa seorang lelaki lemah yang bisa bersedih bahkan menangis jika aku hadir dan melihatnya bersanding bersama orang lain di pelaminan.
Aku sadar selama ini aku terlalu memandang sesuatu dari sudut pandang pribadi, tanpa memikirkan perasaan orang lain, bahkan orang yang menjadi tujuan hidup ku. Namun menyesal kemudian tiada berguna, yang bisa aku lakukan saat ini hanya keep moving on, dan terus mengejar apa yang udah aku mulai.
Lelaki memang terlihat kuat, namun ada sisi lain di dalam dirinya yang juga menyimpan sifat lemah…
Jangan kira hanya engkau kaum wanita yang bisa menangis, Aku pun bisa menangis…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar